Vonis Bebas Sudjiono Timan Jadi Preseden Buruk Peradilan Korupsi
Vonis bebas Sudjiono Timan merupakan salah satu noda hitam pemberantasan korupsi di tahun 2013
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Vonis bebas Sudjiono Timan merupakan salah satu noda hitam pemberantasan korupsi di tahun 2013. Peneliti Indonesia Coruption Watch (ICW), Tama Satria Langkung menganggap kesuksesan Sudjiono Timan bisa ditiru oleh koruptor lain yang berharap bebas dari hukum.
"Kita anggap itu problem sangat serius. Ke depannya akan menjadi preseden buruk, orang yang melakukan korupsi kemudian lari keluar negeri, bisa menyuruh orang untuk memajukan Kasasi atau PK (Peninjauan Kembali)," kata Tama saat ditemui di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (8/12/2013).
Sudjiono Timan adalah Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, yang pada tingkat kasasi pada 3 Desember 2004 lalu terbukti bersalah melakukan korupsi dengan kerugian negara Rp 2 triliun. Sudjiono kabur saat jaksa akan mengeksekusi putusan kasasinya pada 7 Desember 2004, padahal saat itu ia sudah dikenakan pencekalan dan paspornya sudah ditarik.
Pada tingkat kasasi, Sudjiono mendapat vonis penjara 15 tahun dan denda Rp 50 juta dengan keharusan membayar biaya pengganti Rp 369 miliar. Namun, pada 31 Juli 2013, MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh istri Sudjiono Timan dan menjatuhkan vonis bebas padanya. Hingga kini Komisi Yudisial (KY) masih memeriksa kasus vonis bebas itu.
Kata Tama, secara teknis PK hanya bisa diajukan oleh Sudjiono sendiri, atau jika Sudjiono dinyatakan tewas PK tersebut bisa diajukan oleh ahli waris. Anehnya PK Sudjiono Timan masih bisa diterima oleh Mahkamah Agung, bahkan mendapat vonis bebas.
"Kalau ahli waris, memangnya Sudjiono Timan sudah mati ? Kalau memang sudah mati tunjukkan dulu surat penunjukan hak warisnya siapa," ujarnya.
"Kita menduga putusannya salah maka prosesnya juga kita duga salah. Kita minta KY periksa sidang panelnya, hingga saat ini belum ada laporan dari KY," tambahnya.
Ia mengimbau KY harus berani menghukum seberat-beratnya jika terbukti ada hakim maupun karyawan MA yang bermain.