Senin, 6 Oktober 2025

Pidato Lengkap Presiden SBY Saat Terima World Statesman Award

Presiden tetap menerima penghargaan itu ditengah kritik SBY dianggap tidak melindungi kaum minoritas

Penulis: Hasanudin Aco
SURYA/SUGIHARTO
Buruh berbut berjabat tangan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat berkunjung Maspion I Sidoarjo, Rabu (1/5/2013). Dalam pidatonya Presiden SBY akan menetapkan mulai tanggal 1 Mei 2014 menjadi Hari Libur Nasional. (SURYA/SUGIHARTO) 

Dan pada tingkat nasional dan lokal itulah,
tantangan-tantangan ini dapat menjadi lebih rumit.

Salah satu contohnya adalah Indonesia. Kami
adalah salah satu bangsa yang sangat majemuk
kelompok etnisnya di dunia, merupakan tempat
tinggal bagi seperempat milyar manusia yang
menganut lima agama utama di dunia, dan tersebar
di lebih dari 17,000 pulau.

Sejak hari pertama kemerdekaan, bangsa
kami memiliki aspirasi untuk menjadi bangsa yang
bersatu di dalam perbedaan. Satu bangsa dimana
para warga negaranya yang terdiri dari berbagai
suku, keyakinan dan nilai-nilai, hidup bersama
dalam harmoni. Satu bangsa yang dibangun atas
ketentuan hukum.

Semua prinsip-prinsip utama ini tercantum
di dalam Konstitusi kami, dan di dalam ideologi
bernegara:  Pancasila. Dan kemampuan kami hidup
berdasarkan nilai-nilai luhur ini, akan menentukan
tidak saja kemajuan, namun juga keberlanjutan kita
sebagai satu bangsa.

Hari ini, kami telah menempuh jalan yang panjang untuk mewujudkan visi tersebut. Namun
demikian, pencapaiannya tidaklah mudah. Kami melakukannya dengan kerja keras, keberanian dan kegigihan. 

Di awal transisi demokratis kami, 15 tahun yang lalu, Indonesia mengalami krisis multidimensional. Keruntuhan ekonomi. Ketidakstabilan politik. Kerusuhan sosial. Separatisme. Konflik komunal. Kekerasan antar-etnis. Terorisme. Situasi sedemikian parahnya, sehingga Indonesia diprediksi  akan menjadi Balkan yang baru – hancur berkeping keping.

Tetapi bangsa Indonesia dengan gigih menantang skenario kehancuran tersebut. Kami menyelesaikan permasalahan satu per satu. Kami menyelesaikan konflik separatisme di Aceh yang telah berlangsung selama 30 tahun. Kami memperbaiki hubungan dengan Timor-Leste. Kami mengembalikan stabilitas politik. Kami memperkuat institusi-institusi demokrasi kami. Kami memberlakukan hukum untuk mengakhiri diskriminasi di Indonesia. 

Ekonomi kami yang pernah sakit telah pulih dan menjadi ekonomi terbesar di Asia Tenggara, dengan tingkat pertumbuhan tercepat kedua di antara negaranegara anggota G-20 setelah Tiongkok. Dan masyarakat madani yang berkembang menjadi sandaran demokrasi kami. Indonesia pun kemudian sering disebut sebagai salah satu kisah transformasi yang paling berhasil di Abad ke-21.

Dan kesuksesan demokrasi kami telah memberikan kemanfaatan yang strategis tidak hanya di kawasan kami.

Alhamdulilah, kami mengalami banyak kemajuan yang menggembirakan. Sungguh pun demikian,  demokrasi kami tetap merupakan satu proses yang berkelanjutan.

Kebangsaan kami terus menerus diuji. Menjaga perdamaian, tata tertib, dan harmoni adalah sesuatu yang tidak dapat dilakukan secara sambil lalu. 

Kami masih tetap menghadapi sejumlah tantangan. Kantung-kantung intoleransi tetap ada. Konflik  komunal terkadang masih mudah tersulut. Sensitivitas keagamaan kadangkala menimbulkan  perselisihan,  dimana  kelompok kelompok masyarakat mengambil tindakan  secara
sepihak. 

Riak radikalisme masih tetap ada. Hal ini, saya yakini, bukan merupakan permasalahan yang hanya dihadapi oleh Indonesia,  tetapi  merupakan fenomena global.

Sejatinya, masih banyak pekerjaan yang harus  kami  lakukan. Kami  harus terus memajukan transformasi Indonesia seraya mengatasipermasalahan-permasalahan tersebut.

Bersamaan dengan kemajuan ke depan kami, kami  tidak akan mentolerir setiap  bentuk kekerasan yang dilakukan oleh kelompok manapun dengan mengatasnamakan agama. 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved