Sidang Hartati Murdaya
Hakim Tolak Hartati Susun Pembelaan Pakai Laptop di Rutan
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak permohonan terdakwa Sitti Hartati Murdaya, mengunakan laptop atau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak permohonan terdakwa Sitti Hartati Murdaya, mengunakan laptop atau komputer jinjing di dalam Rumah Tahanan guna menyusun nota pembelaan yang akan disampaikan pada sidang berikutnya.
Usai pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua Majelis Hakim Gusrizal menanyakan kepada Hartati dan tim kuasa hukumnya apakah akan menyampaikan nota pembelaan atau tidak.
"Yang Mulia, kami akan ajukan pembelaan," kata Hartati di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/1/2013).
Mendengar jawaban itu, hakim menyampaikan persidangan perkara itu diundur sampai Senin 21 Januari 2013 untuk pembacaan nota pembelaan terdakwa dan atau Penasehat Hukumnya.
Setelah itu, Penasehat Hukum Hartati, Denny Kailimang memohon, keluasaan waktu untuk konsultasi hukum dan diberikan izin bagi terdakwa menggunakan komputer sebagai alat penyusunan pembelaannya di dalam rutan KPK.
"Gak bisa kami perintahkan kepala Rutan (Karutan). Itu (izin) hak kepala rutan. Silahkan koordinasi dengn JPU dan Karutan," kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal.
Mendengar hal tersebut, dengan suara rendah Hartati langsung mengklaim diminta Karutan KPK untuk minta izin kepada majelis hakim.
"Kami sudah koordinasi dengan Karutan. Diminta kita untuk minta kepada pengadilan. Beliau (Karutan) mengatakan bukan kewenangan mereka (memberi izin penggunaan komputer)," kata Hartati lagi.
Kembali dengan tegas Gusrizal menyatakan, "Tata tertib semuanya itu kewenangan Karutan. Penasehat hukum silahkan berbicara dengan Penuntut Umum, koordinasi dengan Karutan tentang alat itu. Karena memang penyusunan nota pembelaan adalah hak-hak terdakwa."
Pada tuntutan, Pemilik PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP)/PT Cipta Cakra Murdaya (CCM) Siti Hartati Murdaya dituntut pidana 5 tahun penjara ditambah dengan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan penjara oleh JPU KPK.
Hartati terbukti memberi suap Rp3 miliar kepada mantan Bupati Buol Amran Batalipu terkait pengurusan izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit perusahannya.
Jaksa Edy Hartoyo menyatakan, mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHP.
"Meminta majelis hakim menyatakan terdakwa Siti Hartati Murdaya secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan Tpikor. Menuntut terdakwa dipidana penjara 5 tahun ditambah dengan pidana denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. Terdakwa juga dibebankan membayar biaya sidang perkara Rp10 ribu," kata Edy saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (14/1/13).
Jaksa menagaskan, seluruh unsur dalam setiap pasal-pasal itu telah terbukti selama proses persidangan berlangsung. Menurutnya, fakta-fakta persidangan menguatkan tindakan Hartati yang memberikan suap Rp3 miliar kepada Amran untuk mengurusi surat-surat terkait IUP dan HGU lahan seluas 4500 hektar area dan sisa lahan lainnya yang berada dalam izin lokasi seluas 75090 hektar area.
Jaksa menjelaskan, klaim Hartati yang menyebutkan uang tersebut merupakan sumbangan pemilahan kepala daerah (pilkada) kepada Amran untuk mengikuti Pilkada Buol 2012 tidan benar adanya.
"Hanya saja proses penyerahan uang itu berbarengan dengan pilkada. Rp3 miliar itu pun melebihi batas maksimal sumbangan pilkada. Fakta persidangan, menunjukan bahwa bukti-bukti pengeluaran uang ditunjukan untuk pengurusan surat-surat IUP (izin usaha perusahaan) dan HGU PT HIP/PT CCM," imbuhnya.