Kamis, 2 Oktober 2025

Sidang Hartati Murdaya

Hartati Murdaya: Saya Mohon Tuntutannya Tidak Banyak

Pemilik PT Hardaya Inti Platation (HIP) Sitti Hartati Murdaya meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta untuk tidak bertindak dikriminalisasi

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Anwar Sadat Guna
zoom-inlihat foto Hartati Murdaya: Saya Mohon Tuntutannya Tidak Banyak
Warta Kota/Henry Lopulalan
Terdakwa perkara dugaan suap pengurusan izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Siti Hartati Murdaya mendengarkan keterangan saksi, pengusaha Anton J Supit sebagai saksi yang meringankannya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (3/1/2013).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilik PT Hardaya Inti Platation (HIP) Sitti Hartati Murdaya meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta untuk tidak bertindak dikriminalisasi terhadap kasus yang menjeratnya saat ini.

Pasalnya, Hartati mengklaim sudah lanjut usia serta tidak tahu-menahu soal pemberian uang kepada mantan Bupati Buol, Amran Batalipu.

"Usia saya sudah 67 tahun, waktu produktif saya sudah tidak banyak lagi, saya ingin bekerja demi menghidupi 57 ribu karyawan. Selama empat bulan ditahan saya banyak hambatan. Saya mohon tuntutannya tidak banyak-banyak," kata Hartati saat memberikan keterangan terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/1/2013).

Dalam kesempatan ini, Hartati berharap lembaga penegak hukum membantu citranya sebagai pengusaha untuk dipulihkan.

Menanggapi permohonan Hartati, hakim ketua Gusrizal menjawab bijak. Menurut dia, hal itu akan diputusakan pengadilan.

"Dikriminalisasi atau tidak, itu akan diputuskan pengadilan, apakah bersalah atau tidak, itu nanti keputusan pengadilan," kata Gusrizal.

Saat ditanya hakim, apakah menyesal dengan peristiwa ini, Hartati mengaku menyesal karena perjuangannya di Kabupaten Buol membuatnya harus berhadapan dengan hukum.

Namun, yang sangat disesalinya adalah selama ini investasinya dan prestasinya menciptakan lapangan pekerjaan yang menyerap ribuan tenaga kerja malah diganjar pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 2 tahun 1999 yang membuat ketidakpastian hukum atas izin lokasi seluas 75 ribu hektar miliknya di Kabupaten Buol.

"Saya menyesal, ini seperti air susu dibalas air tuba. Pemerintah yang berjanji memberikan lahan, tapi pemerintah tidak konsisten dengan aturannya. Nasib saya di sini karena inkonsistensi aturan pemerintah. Penyesalan saya yang lain adalah ada anak buah tidak patuh. Kesalahan saya tidak bisa mendidik anak buah yang sudah bekerja pada saya selama 32 tahun," kata Hartati.

Dalam persidangan hari ini, Hartati Murdaya mengklaim telah menolak permintaan Bupati Amran Batalipu untuk memberikan uang Rp 3 miliar.

Menurut Hartati, penolakan disampaiakan secara halus dengan berpura-pura akan memberikan uang dengan syarat 'barter' menyelesaikan perizinan lahan selama satu minggu.

"Saya lawan sandiwara Amran dengan sandiwara juga. Saya buat apa yang saya minta seperti serius. Saya minta dia menyelesaikan perizinan lahan selama satu minggu. Tapi saya tahu Amran tidak punya kewenangan untuk membuat surat-surat itu. Lagipula saya tidak membutuhkan surat itu, karena lahan itu masih sah milik saya," kata Hartati Murdaya.

Pasalnya, dia tidak berani menolak secara tegas permintaan itu lantaran takut Amran marah.

"Kalau perusahaan saya diganggu lagi ruginya banyak, sampai puluhan miliar. Saya tidak ingin ini terjadi lagi, karena itu bikin susah perusahaan dan karyawan di sana," katanya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved