Hartati Minta Tidak Dikriminalisasi
Selama 4 bulan ditahan saya banyak hambatan. Saya mohon tuntutannya tidak banyak-banyak

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Pengusaha Hartati Murdaya meminta kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta untuk tidak dikriminalisasi dan dipidanakan terkait kasus Buol, lantaran dirinya sudah lanjut usia serta tidak tahu-menahu soal pemberian uang kepada mantan Bupati Buol.
“Usia saya sudah 67 tahun, waktu produktif saya sudah tidak banyak lagi, saya ingin bekerja demi menghidupi 57 ribu orang karyawan. Selama 4 bulan ditahan saya banyak hambatan. Saya mohon tuntutannya tidak banyak-banyak," katanya dalam sesi terakhir sidang kasus Buol hari ini.
Sidang kasus Buol berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta sepanjang hari Senin 7/1 ini, dengan agenda pertama mendengarkan keterangan saksi ahli Yusril Ihza Mahendra, dan dilanjutkan pemeriksaan Hartati Murdaya.
Di akhir persidangan Hartati diberikan kesempatan menyampaikan harapannya. Dia berharap, tidak dikriminalisasi dan dibantu citranya sebagai pengusaha untuk dipulihkan.
Menjawab permohonan Hartati untuk tidak dikriminalisasi ini, hakim ketua Gusrizal SH menjawab, “Dikriminalisasi atau tidak itu akan diputuskan pengadilan, apakah bersalah atau tidak, itu nanti keputusan pengadilan," kata Gusrizal.
Saat ditanyakan, apakah dia menyesal dengan peristiwa ini, Hartati mengaku menyesal karena perjuangannya di Kabupaten Buol membuatnya harus berhadap-hadapan dengan hukum.
Namun, yang sangat disesalinya adalah selama ini investasinya dan prestasinya menciptakan lapangan pekerjaan yang menyerap ribuan tenaga kerja malah diganjar pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 2 tahun 1999 yang membuat ketidakpastian hukum atas izin lokasi seluas 75 ribu hektar miliknya di Kabupaten Buol.
"Saya menyesal, ini seperti air susu dibalas air tuba. Pemerintah yang berjanji memberikan lahan, tapi pemerintah tidak konsisten dengan aturannya. Nasib saya disini karena inkonsistensi aturan pemerintah. Penyesalan saya yang lain adalah ada anak buah tidak patuh. Kesalahan saya tidak bisa mendidik anak buah yang sudah bekerja pada saya selama 32 tahun," tegasnya.
Dalam persidangan hari ini Hartati Murdaya mengatakan menolak memenuhi permintaan Bupati Amran Batalipu untuk memberikan uang Rp 4 miliar. Ia menolak secara halus dengan berpura-pura akan memberikan uang dengan syarat 'barter' menyelesaikan perizinan lahan selama satu minggu.
"Saya lawan sandiwara Amran dengan sandiwara juga. Saya buat apa yang saya minta seperti serius. Saya minta dia menyelesaikan perizinan lahan selama satu minggu. Tapi saya tahu Amran tidak punya kewenangan untuk membuat surat-surat itu. Lagipula saya tidak membutuhkan surat itu, karena lahan itu masih sah milik saya," kata Hartati Murdaya.
Permintaan yang sulit dipenuhi oleh Amran ini sengaja ia sampaikan aksi pura-pura untuk menolak secara halus permintaan sang bupati.
“Semua itu adalah “etok-etokan” (pura-pura-red), semua sandiwara itu terlihat serius, tujuannya agar Amran tidak curiga. Dengan cara itu diharapkan Amran tidak sakit hati dan tidak mengganggu perkebunan sawit lagi.
Diungkapkannya, dia tidak berani menolak secara tegas permintaan itu lantaran takut Amran marah.
"Kalau perusahaan saya diganggu lagi ruginya banyak, sampai puluhan miliar. Saya tidak ingin ini terjadi lagi, karena itu bikin susah perusahaan dan karyawan disana," katanya.
Seharusnya, sambung Hartati, yang paling bertanggungjawab atas kejadian ini adalah Totok Lestiyo. Justru dia merasa kecolongan, karena permintaan dana Amran itu dicairkan Totok dengan mengakali aturan perusahaan, yakni mencairkan uang itu dalam jumlah kecil sehingga tidak membutuhkan persetujuannya. Kemudian dalam catatan keuangan perusahaan uang itu disebutkan untuk keperluan sparepart.