Calon Presiden 2014
Pengamat: Surya Paloh Dinilai Melebihi Soeharto
belum membaca Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga parta
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Direktur Indo Barometer M. Qodari enggan mengomentari terkait metode pemilihan ketua umum pada kongres Partai Nasdem yang akan digelar Januari mendatang.
Qodari mengaku belum membaca Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai yang mengusung slogan perubahan tersebut.
Demikian disampaikan Qodari saat dimintai pendapat atas pernyataan anggota Dewan Pembina Partai Nasdem Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto, yang menyebut pemilihan ketum Nasdem tidak digelar secara terbuka, tapi tetap demokratis.
Namun bagaimana persis metodenya, kata Endriartono, masih dibahas.
Sejatinya, M. Qodari mendukung pemilihan ketum Partai Nasdem digelar secara demokratis. Idealnya, pemilihan melibatkan semua stakeholder.
Tak hanya itu, karena sekarang di era otonomi daerah, suara DPD Partai tingkat dua juga diakomodasi.
"Kalau lihat partai-partai lain, Golkar misalnya, melibatkan suara DPD Kabupaten/Kota, provinsi, DPP. Ditentukan saja, Kabupaten/Kota berapa nilainya, provinsi berapa nilainya. Intinya harus bottom-up. Harus ada keterlibatan dari bawah dan semua yang jadi stakeholder terlibat. Hampir seperti itu semua," ujarnya saat dihubungi, Sabtu (22/12/2012).
Meskipun, metode pemilihan Presiden PKS berbeda. Presiden PKS ditentukan Majelis Syuro, yang mempunyai 99 anggota. Tapi, bukan berarti tidak demokratis. Karena 99 anggota Majelis Syuro itu, jelas Qodari, dipilih oleh semua anggota partai, tak hanya pengurus.
"Di Nasdem ini banyak bekas pengurus Golkar, Pak Surya Paloh sendiri mantan pengurus Golkar dan pernah jadi calon ketua umum Golkar. Saya kira sih karena faktor kemudahan dan pengamalan itu, ada kemungkinan metode di Golkar itu akan diakomodasi. Meski pun akan ada modifikasi. Bagaimana modifikasinya, saya belum tahu seperti apa," imbuhnya.
Tapi, dia dengan tegas tidak sepakat kalau Surya Paloh langsung mengambil alih kursi Ketua Umum menggantikan Patrice Rio Capella tanpa melalui proses pemilihan yang demokratis.
"Jangan. Menurut saya janganlah. Nanti Pak Surya akan dibilang tidak demokratis. Saya kira ya tetap berproseslah. Saya yakin, kalau Pak Surya Paloh calon, tetap akan terpilih. Jadi kalau bisa dengan cara demokratis, kenapa dengan cara yang bisa menimbulkan kontroversi," terangnya.
Menurutnya, sebagai motor dan simbol partai, Surya Paloh memang sebaiknya jadi ketum, tapi harus sesuai aturan yang disepakati jangan asal ambil alih.
Senada dengan Qadari, Pengamat Politik dari UIN Jakarta, A Bakir Ihsan mengatakan pada dasarnya siapapun berhak dipilih menjadi ketua umum, termasuk Surya Paloh. Namun lagi-lagi, prosesnya harus dilakukan secara jelas dan transparan.
"Namun ada pertimbangan lain yang harus dilihat. Bagi partai baru seperti Nasdem perlu ketum yang bisa membantu mengdongkrak citranya. Surya Paloh dan Nasdem sudah menjadi brand. Karenanya Surya Paloh cukup di posisi sekarang tinggal bagaimana melahirkan ketum yang bercitra dan berintegritas," ujarnya.
Diterangkannya, jika Surya Paloh menjadi ketua umum, otomatis proses chek and balances tidak akan berjalan di Nasdem. Jamak diketahui, bahwa dia pendiri dan tentu paling berkuasa di partai. Jadi tidak ada yang bisa mengontrolnya. Dan itu bahaya bagi demokrasi. Karena dia akan menjabat ketua umum dan ketua majelis nasional partai, saat bersamaan.