Bupati Menikahi ABG
UU No 1 Tahun 74 tentang Perkawinan Banyak Kelemahan
Pernikahan kilat Aceng HM Fikri dan Fany Oktora memperlihatkan UU Nor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan masih banyak kelemahan.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus pernikahan kilat antara Bupati Garut, Aceng HM Fikri dan Fani Oktora memperlihatkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan masih memperlihatkan banyak kelemahan.
Menurut Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak, Samsul Ridwan salah satunya berbenturan dengan UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Untuk itu, Komnas PA akan segera menggugatnya di Mahkamah Konstitusi.
Dalam isi UU Perkawinan menyatakan, perempuan berusia 16 tahun dan laki-laki berusia 19 tahun boleh menikah, bertolak belakang dengan UU Perlindungan Anak yang mengatur bahwa tidak ada pernikahan bagi seorang anak yang berada di bawah umur 18 tahun.
"Kami akan jadikan ini sebagai momen untuk merevisi UU Perkawinan Nomor 1/1974 itu. Di mana dinyatakan perempuan 16 tahun dan pria 19 tahun boleh menikah," kata Samsul, di kantor Komnas PA, Jl TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Jumat (14/12/2012).
Samsul menegaskan selama tidak direvisi, pertentangan UU Perkawinan dengan UU Perlindungan anak akan terus terjadi.
"Seperti Aceng dan Fani, pernikahannya legal secara UU Perkawinan, tapi mengacu pada UU Perlindungan Anak, khususnya Pasal 81 dan Pasal 82 persetubuhan belum boleh dilakukan Aceng karena Fany kala itu masih di bawah 18 tahun, dan tidak ada istilah suka sama suka dalam UUPA," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait menambahkan, pihaknya akan mengajukan gugatan uji materi UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami segera mungkin akan menggugat UU Perkawinan," tegasnya.
Sebelumnya, UU Perkawinan sendiri pernah diujimaterikan ke MK, khususnya untuk Pasal 43 ayat 1 yang menyebut bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan resmi hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya Pasal itu tak menyertakan ayah biologis sebagai penanggung jawab akibat perbuatannya tersebut.
MK dalam keputusannya pada Jumat 17 Februari 2012 lalu menyatakan, Pasal 43 ayat 1 UU Nomor 1/1974 bertentangan dengan UUD 1945. Artinya, ayah dari anak yang lahir di luar perkawinan memiliki hubungan perdata dengan si ibu dan anak tersebut.