Mafia Pajak Jilid II
Saksi: Herly dan Dhana Digaji Rp 10 Juta
Bekas staf administrasi keuangan PT Mita Modern Mobilindo, Jamaluddin mengatakan, dua komisaris perusahaan sekaligus pemegang saham

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bekas staf administrasi keuangan PT Mita Modern Mobilindo, Jamaluddin mengatakan, dua komisaris perusahaan sekaligus pemegang saham yakni Herly Isdiharsono dan Dhana Widyatmika mendapat gaji Rp 10 juta.
Dalam kesaksiannya untuk terdakwa Herly di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu (17/10/2012), Jamaluddin mengakui, masuk di perusahaan jual beli mobil bekas pada 2008. Setahun setelahnya diangkat jadi direktur.
"Tiap bulan kita keluarkan gaji untuk komisaris Rp 10 juta," ungkap Jamaluddin ketika ditanya ketua hakim Sudjatmiko menyoal bagaimana operasional penggajian di perusahaan patungan bekas dua pegawai pajak ini.
Jamaluddin bercerita, kekayaan aset PT MMM sebesar Rp 3.5 miliar, uang patungan dari Herly dan Dhana. Dalam aset itu terdiri uang kas, piutang, dua mobil operasional Honda CRV, dan persediaan unit kendaraan truk yang menjadi barang dagangan.
Sejak komisaris Dhana yang tercatat sebagai pegawai di Direktorat Jenderal Pajak dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung tahun lalu, Jamaluddin pamit keluar dan memilih bekerja di tempat lain.
Diceritakan Jamaluddin, operasional PT MMM memakai uang kas kantor. Tetapi, ketika ada lelang mobil truk dari leasing dan harganya murah, direkomendasikan kepada dua komisaris untuk mengambilnya dengan uang mereka, bukan kas.
"Itu memakai uang komisaris, meski tidak sering. Perhitungannya, 80 persen keuntungan komisaris, dan 20 persen untuk perusahaan," ungkap Jamaluddin sambil menambahkan, pembelian mobil dari leasing sejauh harganya murah.
Sejak 2008, 2009, dan 2010, ketika Direktur Utama PT MMM dijabat Hendry Aprianto yang tidak lain kakak kandung Herly, keuangan perusahaan kerap merugi dan administrasi keuangan dikelola tergantung keluar masuknya mobil. Sehingga catatan SPT tahun itu selalu nihil.
Dalam dakwaan jaksa, pada Juni 2005 sampai Oktober 2007, Herly bersama Dirut PT MV Johny Basuki dan Hendro Tirtajaya, sebagai perantara pengurusan pajak PT MV memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Herly mengurangkan jumlah kewajiban pembayaran kurang bayar pajak PT Mutiara Virgo yang harusnya Rp 128 miliar untuk tahun 2003 dan tahun 2004 menjadi hanya Rp 3 miliar. Herly menerima uang Rp 17 miliar.
Negoisasi untuk pengurangan pajak kurang bayar terjadi pada Agustus 2005 di kantor PT MV Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat. Hasil rekapitulasi kewajiban pajak PT MV diberikan Herly sebagai anggota pemeriksa pajak ke Hendro.
Hendro lalu menyerahkan rekapitulasi pajak ke Johny. Saat itu Hendro, memberitahu Johny, bila tak ada negoisasi dengan tim pemeriksa pajak, maka tim akan menagihkan pajak sesuai dengan rekapituasi yang telah dibuat yakni Rp 128 miliar.
"Pengurangan pembayaran kurang bayar pajak tahun 2003 dan 2004 telah memperkaya diri terdakwa Herly Rp 17.631 miliar dan menguntungkan korporasi yakni PT MV Rp 125.66 miliar dan Hendro Rp 3.250 miliar," sebut Immanuel.
Selain didakwa memperkaya diri sendiri, Herly dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Jaksa Frenkie Son menjelaskan, pada 22 Maret 2012, Herly menjual sebuah rumah di Perumahan Taman Berdikari Sentosa, Jakarta Timur. Rumah ini didapat Herly dari hasil tindak pidana korupsi yakni dari Johny.