Sabtu, 4 Oktober 2025

RUU Keamanan Nasional

Kontras: RUU Kamnas Memandang Rakyat Sebagai Potensi Musuh

RUU Kamnas dianggap berpotensi menimbulkan masalah baru, penyelewengan yang merugikan masyarakat, serta melenceng jauh dari cita-cita reformasi.

Penulis: Bahri Kurniawan
zoom-inlihat foto Kontras: RUU Kamnas Memandang Rakyat Sebagai Potensi Musuh
Tribun Timur/Muhammad Abdiwan
ILUSTRASI

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - RUU Keamanan Nasional (Kamnas) dianggap berpotensi menimbulkan masalah baru, penyelewengan yang merugikan masyarakat, serta melenceng jauh dari cita-cita reformasi.

"Kalau definisi Kamnas jelas kami tidak permasalahkan. Tapi, sudut pandang RUU ini yang melihat rakyat sebagai potensi musuh yang mengancam keamanan nasional. Ini yang berbahaya," ujar Ketua Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, di Rumah Makan Ikan Bakar Banyuwangi, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (23/09/2012).

Dalam RUU Kamnas, lanjutnya, terlihat jelas misi utamanya untuk mengamankan seluruh pembangunan nasional dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan, demi mengundang investasi.

"Dengan menggunakan terminologi UU Kamnas, maka ancaman, hambatan, dan gangguan terhadap pembangunan nasional pasti disebut sebagai ancaman keamanan nasional," tutur Haris.

Haris menilai, hal ini kemudian berimbas pada penjabaran definisi ancaman nasional, dan sangat berpihak untuk kepentingan investor asing.

"Artinya, UU Kamnas nantinya digunakan untuk melindungi kepentingan bisnis kelompok tertentu. Mau bukti? Silakan baca dan pelajari Master Plan Perluasan dan Percepatan Ekonomi Indonesia (MP3EI)," imbuh Haris.

Dalam MP3EI, jelasnya, eksplorasi sumber daya alam dan energi di seluruh negeri ini akan dikuras habis-habisan oleh para investor asing.
Untuk memuluskan MP3EI, papar Haris, maka dibuat lah RUU Kamnas yang ditargetkan pemerintah harus sudah disahkan sebagai undang-undang, sebelum akhir tahun ini.

Haris menganalisa, pasal 20 poin 3 RUU Kamnas, sangat cenderung melindungi investasi asing di berbagai daerah di, khususnya perlindungan hak pengelolaan lahan tanah oleh investor asing.

Keberadaan unsur Muspida dalam pasal itu dimentahkan. Lantas, muncul lah Dewan Keamanan Nasional tingkat kabupaten/kota/ yang terdiri dari bupati atau wali kota sebagai kepalanya, dan wakilnya dari unsur TNI setingkat Kodim, unsur Polri setingkat Kapolres, unsur kejaksaan, unsur Badan Penanggulangan Bencana Daerah, unsur Badan Narkotika daerah atau kota, dan unsur kedinasan kementerian.

"Artinya, bupati atau wali kota dapat mengecap seseorang atau sekelompok orang sebagai pengancam kamnas, kalau dinilai mengggangu investasi asing. Padahal, mereka kan selama ini menuntut hak tanah miliknya," bebernya.

Haris mencontohkan berbagai konflik sosial maupun konflik pertanahan seperti di Mesuji Lampung dan Ogan Ilir Sumatera Selatan, Sumbawa NTB, serta Papua, telah menghambat masuknya investasi asing ke Indonesia.

"Ini pun berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi yang selalu dibanggakan Pemerintah SBY," katanya.

Nah, Haris menerangkan, tudingan polisi yang selalu gagal menangani konflik sosial, dijawab dengan ide RUU Kamnas. Padahal, RUU ini bisa saja hanya untuk memperkuat sektor keamanan demi mengamankan bisnis semata, termasuk untuk memberikan kepastian hukum bagi polisi.

Sementara, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai, RUU Kamnas masih berbasis pada definisi keamanan nasional untuk komunal.

"Padahal, mestinya keamanan itu kan untuk tiap-tiap individu. Artinya, isi RUU Kamnas harus lebih pro hak-hak sipil, supaya sesuai semangat dan tujuan reformasi 1998," saran Ray.

Halaman
12
Sumber: TribunJakarta
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved