Jakarta Rawan Korupsi
Ini Dugaan Korupsi Fauzi Bowo Versi Komisi Pemantau Korupsi
KPK didesak segera menelisik kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan Gubernur DKI, Fauzi Wibowo.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak segera menelisik kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan Gubernur DKI, Fauzi Wibowo.
Pasalnya, diduga pria yang akrab disapa Foke itu ikut menikmati uang dari sejumlah proyek yang ditangani Pemrov DKI. Demikian diungkapkan Koordinator Komisi Pemantau Korupsi, Taufik Akbar di KPK, Jakarta Selatan, Senin (3/9/2012).
Terlebih, dugaan korupsi itu terjadi berdasarkan informasi Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pemerintah provinsi terkorup.
"46 persen persentasi korupsi DKI itu bukti penyelewengan sistemais dari Fauzi Wibowo," kata Taufik.
Lebih lanjut, Taufik juga mempertanyakan informasi dugaan korupsi Foke yang telah dilaporkan sejumlah LSM pada 24 Februari lalu yang datang melaporkan bersama mantan Wakil Gubernur Jakarta, Prijanto ke KPK.
Menurutnya, laporan itu dapat dijadikan bukti awal memeriksa Fauzi Bowo dan sejumlah petinggi pemrov DKI. Karena, diduga pria berkumis tersebut menyalahgunakan jabatan.
"Laporan itu sejak Februari. Hingga kini belum ada satupun pejabat DKI yang diperiksa KPK," terang Taufik.
Terlebih, beber Taufik, dalam laporan itu telah terjadi praktik mafia anggaran dalam pembebasan tempat pemakaman umum Pondok Rangon, Jakarta Timur, senilai Rp 10 miliar. Dia pun menduga salah satu isi laporan transaksi mencurigakan PPATK berkaitan dengan dugaan korupsi tersebut. "Kita minta laporan itu ditangani serius," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, KPK menyatakan tinggal menunggu Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait penyimpangan anggaran yang terjadi di DKI Jakarta yang diduga dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo.
Lembaga antikorupsi itu pun menyatakan siap menelusuri penyimpangan anggaran tersebut guna membenahi penyimpangan anggaran di daerah pimpinan berkumis ini.
"Jika KPK menerima, tentu akan ditelaah lebih lanjut," kata Juru bicara KPK, Johan Budi kepada wartawan, Kamis (30/8/2012). Johan mengklaim jika pihaknya belum sekalipun mendapat laporan tersebut sejak PPATK melansir data itu.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto mengakui jika pihaknya telah menerima dugaan korupsi itu. Namun, laporan tersebut masih pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) di bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas).
"Kalau tidak salah yang mengadu ada ya. Masih di Dumas ya masih pulbaket," kata Bambang.
Sebelumnya, mantan walikota DKI, Prijanto, mendampingi lembaga swadaya masyarakat bernama Solidaritas Nasional Antikorupsi dan Antimafia Hukum untuk melaporkan kasus korupsi di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Ketua organisasi penggiat antikorupsi itu, Yurisman Star, menyatakan buku Prijanto berjudul Andaikan Aku atau Gubernur Kepala Daerah terkait dengan data berupa bukti tertulis dan rekaman yang dimiliki lembaganya tentang dugaan korupsi yang diduga melibatkan Gubernur, Fauzi Bowo.
DKI Jakarta, semasa era Fauzi Wibowo kembali mendapat sorotan lantaran daerah yang dipimpinnya menjadi provinsi yang paling banyak diduga melakukan penyimpangan anggaran berdasarkan penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Modusnya dengan memindahkan anggaran daerah yakni APBD ke rekening pribadi menjelang akhir tahun anggaran.
"Bisa saja mereka mengaku bahwa tindakan ini adalah untuk menyiasati sistem pertanggungjawaban anggaran yang tidak boleh melewati tanggal 18 Desember, tapi perbuatan seperti ini, apapun tujuannya, tetap tidak bisa ditolerir. Titik pada saat seorang pejabat memindahkan uang negara ke kantong pribadinya, itu sudah masuk definisi korupsi", ujar Wakil Ketua PPATK, Agus Santosa, dalam pernyataannya kepada wartawan yang diterima di Jakarta, Senin (27/8/2012).
Setidaknya di seluruh Indonesia ditemukan 916 transaksi mencurigakan dari Hasil Analisis PPATK. Provinsi DKI Jakarta berada di posisi pertama sebagai daerah yang dilaporkan adanya rekening mencurigakan yaitu sebanyak 46,7 persen.
Kemudian, Jawa Barat dengan 6 persen, Kalimantan Timur 5,7 persen, Jawa Timur 5,2 persen, Jambi 4,1 persen, Sumatera Utara 4 persen, Jawa Tengah 3,5 persen, dan Nangroe Aceh Darussalam dan Kalimantan Selatan yang sama-sama 2,1 persen.
Menurut Agus pihak-pihak terkait, utamanya penegak hukum, harus melakukan penindakan dan pengawasan. Pasalnya, modus pemindahan APBD ke rekening pribadi ini terjadi setiap tahun.
"Ya, modus ini terjadi setiap tahun dan menyebar di seluruh daerah di Indonesia. Ini tentu sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, pengawasan dan pemantauan penyerapan anggaran harus senantiasa dilakukan para pimpinan," jelasnya.