Kasus Simulator SIM
Ridwan Saidi Desak SBY Tengahi Konflik KPK-Polri
Budayawan Betawi Ridwan Saidi angkat bicara soal kasus dugaan korupsi alat ujian SIM Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri.
Laporan Pradita Seti Rahayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Budayawan Betawi Ridwan Saidi angkat bicara soal kasus dugaan korupsi alat ujian SIM Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Seharus mereka tidak perlu saling memaksakan kehedak untuk menangani kasus tersebut.
Menurut Ridwan, dukungan masyarakat terhadap KPK tidak akan terganggu. "Posisi KPK dalam masyarakat lagi oke punya. Jadi, polisi marah-marah, nuduh KPK langgar MoU, enggak ngefek (memberikan efek)," ujarnya usai menghadiri acara 'Panitia Nasional Mengenang 100 Tahun Melanchton Siregar', Selasa (7/8/2012).
Mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) ini juga menginginkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan untuk menyelesaikan konflik kewenangan ini.
"Polri kan ada di bawah Presiden langsung. Presiden kan bisa nyetop," ujarnya di kompleks DPD RI.
Berbeda dengan budayawan Betawi, Pramono Anung, Wakil Ketua DPR RI, menyatakan langkah Presiden SBY untuk tidak turut campur dalam masalah ini sudah benar.
"Menurut saya, langkah presiden untuk tidak mencampuri urusan hukum sudah benar. Jika presiden mencampuri urusan hukum, ini akan menjadi persoalan tersendiri," kata Pramono Anung saat ditemui wartawan di lobi Gedung Nusantara III DPR RI, Selasa siang.
Ia pun mengatakan, KPK harus kembali ke Undang-Undang 30 Tahun 2002. Pasal 9 dan 50 undang-undang tersebut menjelaskan secara rinci apa saja yang harus dilakukan oleh lembaga yang dipimpin oleh Abraham Samad.
"Yang paling penting KPK jangan menggerogoti kewenangannya sendiri dengan mengatakan ada kesepakatan pada bulan Maret (2012)," kata Pramono.
Konflik kewenangan antara KPK dan Polri dalam mengusut kasus dugaan korupsi yang melibatkan jajaran Korlantas Polri bermula ketika Kepolisian ikut menangani penyidikan dengan menetapkan lima orang tersangka setelah KPK menetapkan empat orang tersangka. KPK menetapkan Inspektur Jenderal Djoko Susilo, sedangkan Polri tidak.
Kasus dugaan korupsi alat driving simulator yang bernilai Rp 190 miliar ini diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 100 miliar. Pengusutan kasus ini mencuat setelah Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo Bambang membuka mulut tentang adanya dugaan suap pada proyek pengadaan alat ujian SIM itu. (*)
BACA JUGA
: