Menkeu Didesak Setujui Pembangunan Jembatan Selat Sunda
Sikap ngotot Menteri Keuangan Agus Martowardojo yang mengusulkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2011
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sikap ngotot Menteri Keuangan Agus Martowardojo yang mengusulkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Infrastruktur Selat Sunda (KSISS) patut disesalkan.
Revisi tersebut kemungkinan besar akan mengulur waktu dimulainya proyek tersebut atau bahkan dapat saja membuat proyek terebut batal sama sekali.
"Tertundanya pembangunan jembatan tersebut jelas menimbulkan kerugian bagi rakyat Indonesia, terutama masyarakat yang tinggal di Provinsi Lampung dan Provinsi Banten. Harapan masyarakat di dua provinsi tersebut untuk dapat segera terbebas dari “macet abadi “ di Pelabuhan Merak –Bakauheni akan semakin sulit terwujud," kata Tim Advokasi Koalisi Rakyat Lampung-Banten, Habiburokhman dalam siaran persnya kepada Tribunnews.com, Rabu(18/7/2012).
Perlu diketahui bahwa saat ini masyarakat Lampung dan Banten sudah sangat muak dan frustasi dengan kemacetan di Merak dan Bakauheni. Sudah berpuluh tahun masalah tersebut tak kunjung selesai dan bahkan kian lama kian memburuk karena terus meningkatnya volume kendaraan.
Satu-satunya solusi mengatasi kemacetan di Merak- Bakauheni kata Habiburokhman adalah pembangunan Jembatan Selat Sunda, dan oleh karena itu semua pihak harus melakukan upaya terbaik untuk mempercepat pembangunan jembatan tersebut.
"Aneh sekali kalau Agus Martowardoyo baru mengusulkan agar pembiayaan pembangunan jembatan tersebut mesti lewat APBN, padahal studi kelayakan yang dibiayai pihak konsorsium sudah mulai berjalan," kata Habiburokhman.
Habiburokhman khawatir bahwa usulan revisi tersebut dapat mengarah kepada ketidakpatuhan atau pembangkangan, seharusnya sebagai seorang menteri, Agus Martowardoyo menjalankan apa yang telah diputuskan oleh Presiden dalam Perpres dan bukan sebaliknya justru meminta Perpres tersebut direvisi dan disesuaikan dengan keinginannya.
Tidak masuk akal lanjut Habiburokhman merevisi Perpres yang baru berumur 1 tahun, sebab pembuatan Perpres tentu sudah melewati proses yang panjang dengan pembahasan yang detail dan mendalam.
"Pertanyaannya, kemana saja Agus Martowardoyo selama ini ? kok setelah proses berjalan jauh dia baru mempersoalkan mekanisme pembiayaannya," jelasnya.
Perlu dicatat bahwa Perpres Nomor 86 tahun 2011 tersebut tidak bisa diubah begitu saja tanpa melibatkan pihak-pihak terkait yaitu Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian PU, Pemerintah Provinsi Lampung, Pemerintah Provinsi Banten dan DPR RI.
"Saat ini kita sudah mendengar adanya keberatan dari Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Provinsi Banten. Sementara Menko Perekonomian menegaskan pihaknya masih berpegang pada Perpres 86 Tahun 2011 untuk menjalankan proyek KSISS/JSS, sehingga sudah sangat jelas bahwa revisi tersebut memang tidak diperlukan," ujarnya.
Sikap Agus Martowardoyo ini menurut Habiburokhman, selain berpotensi menghambat atau memperlambat proses pembangunan juga akan menimbulkan rasa jera bagi investor untuk berinvestasi karena tidak adanya kepastian hukum.
Revisi Perpres tersebut juga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara yang tidak sedikit , sebab pemerintah harus mengganti dana yang sudah dikeluarkan konsorsium untuk melakukan studi kelayakan, dengan demikian post dana studi kelayakan akan menjadi ganda.
Saat ini Tim Advokasi Koalisi Rakyat Lampung dan Banten untuk Jembatan Selat Sunda sudah mendapat kuasa dari perwakilan rakyat Lampung Mahendra Utama dan perwakilan rakyat Banten yaitu Suparto untuk melakukan tindakan hukum menolak revisi Perpres Nomor 86 Tahun 2011 tersebut .
"Meminta Menteri Keuangan Agus Martowardoyo untuk mencabut kembali usulan revisi Perpres Nomor 86 tahun 2011 dalam waktu 7 x 24 jam terhitung sejak somasi ini kami umumkan secara terbuka. Jika somasi ini tidak dipenuhi, maka kami akan mengajukan gugatan hukum kepada Menteri Keuangan Agus Martowardoyo ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," pungkasnya.
BACA JUGA: