Kasus Travel Cheque
Saksi Kunci Kasus Miranda Ada di Medan
Saksi kunci kasus cek pelawat bernama Suhardi alias Ferry Yen ternyata masih hidup

Laporan Wartawan Tribun Medan, Feriansyah
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Mantan direksi dan karyawan PT First Mujur Plantation & Industry (PT FMPI) meragukan keberadaan saksi kunci kasus cek pelawat Miranda Swaray Goeltom yakni Suhardi alias Ferry Yen, sudah meninggal 2007 lalu.
"Kalau KPK serius mau ungkap donatur cek pelawat Miranda, geledah saja kantor First Mujur yang sudah berganti nama PT Barumun Agro Sentosa (BAS) di Medan. Akan ketahuan apakah memang benar ada transaksi pembelian lahan sawit seluas 5.000 hektare dari Ferry Yen itu. Di mana lahan yang dibeli itu," ujar mantan Direktur FMPI yang sudah keluar 2002 saat dihubungi Tribunnews.com.
Sumber yang meminta identitasnya tidak ditulis, mengatakan selama bekerja di FMPI, tidak pernah mendengar nama Suhardi alias Ferry Yen, yang disebut sudah meninggal 2007 lalu.
"Ahh itu hanya akal-akalan saja. Kuncinya kalau KPK serius, pasti terbongkar siapa donatur kasus cek pelawat Miranda. Kalau direksi lama dimintai keterangan secara resmi pasti nanti akan mengerucut ke Artha Graha. Karena waktu pengambilalihan, ceritanya itu dari Artha Graha, melalui PT Kharisma. Walau saya yakin PT Kharisma itu dibuat fiktif," ujarnya.
Ia mengaku siap menjelaskan asal-muasal PT FMPI saat diambil alih Teddy Uban, jika dipanggil secara resmi KPK. Sumber ini dan beberapa direksi lain serta komisaris Timbul Raya Manurung, hengkang dari FMPI, setelah PT Permata Karisma Indah (yang disebut-sebut perpanjangan tangan Tommy Winata), dan menguasai 100 persen saham perusahaan ini. Timbul Raya Manurung, mantan Komisaris PT FMPI juga mengamini keterangan mantan direksi tersebut. Timbul menyarankan KPK menelusuri asal muasal cek pelawat dari Medan.
"Terutama terkait PT FMPI, harusnya direksi lama dipanggil semua," katanya.
Ia juga menyarankan KPK memeriksa Rahman Mansur, mantan karyawan FMPI yang mengurusi lahan perusahaan ini.
"Ya Pak Mansur pasti tidak tahu cerita tentang kerjasama PT FMPI dengan Ferry Yen. Karena memang tidak ada itu, kalau ada pasti Pak Mansur tahu, karena dia yang bertugas mensurvei dan mengukur kalau ada jual beli lahan. Kalau sudah bagian pengukur tanah tak tahu, pasti bagian legal dan keuangan tidak tahu," katanya.
Mansur pensiun dari FMPI pada 2011. Ia sudah 22 tahun bekerja di perkebunan yang awalnya didirikan keluarga buron illegal logging Adelin Lis. Ia sudah bekerja sejak 1989, sebelum PT Permata Karisma Indah masuk 2002. Mansur dipercaya mengurusi masalah-masalah tanah di perusahaan itu. Jika perusahaan akan membeli tanah, ia akan ditugasi melakukan survei dan mengukurnya.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Johan Budi mengakui tim penyidik kasus cek pelawat ini masih fokus untuk menuntaskan berkas Miranda.
"Sesuai keterangan pimpinan KPK, tim masih fokus ke Miranda. Saya belum tahu apakah tim akan memeriksa kantor First Mujur yang ada di Medan," katanya.Ia mengaku belum tahu nama First Mujur sudah berubah jadi PT Barumun Agro Sentosa (BAS).
"Belum dikasih tim penyidik," kata Johan seraya meminta beberapa nomor kontak narasumber Tribun yang akan diberikan pada tim penyidik kasus ini.
Nama Suhardi alias Ferry Yen dan transaksi pembelian kebun sawit 5.000 hektare oleh FMPI pada 2004 berkali-kali diungkapkan mantan direktur perusahaan ini, Budi Santoso saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Terakhir saat bersaksi terdakwa Nunun Nurbaitie Daradjatun di Pengadilan Tipikor Jakarta, 26 Maret 2012, Budi pada awal 2004, pemilik PT FMPI Hidayat Lukman atau Teddy Uban mengadakan perjanjian kerjasama dengan Suhardi alias Ferry Yen untuk membeli kebun sawit di Tapanuli Selatan, Sumut. Total pembelian kebun itu senilai Rp 75 miliar dengan luas lahan 5.000 hektare.