Sabtu, 4 Oktober 2025

Sebut TKW Genit dan Nakal, Ketua Satgas TKI Harus Minta Maaf

Solidaritas perempuan menyayangkan pernyataan Ketua Satgas TKI, Maftuh Basyumi

zoom-inlihat foto Sebut TKW Genit dan Nakal, Ketua Satgas TKI Harus Minta Maaf
/Tribunnews/M Ismunadi
Darsem (kanan), TKW Indonesia yang lolos hukuman pancung di Arab Saudi, makan bersama Safii, anak tunggalnya di kediaman, Dusun Trungtum, Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Jumat (15/7/2011). (Tribunnews/M Ismunadi)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Solidaritas perempuan menyayangkan pernyataan Ketua Satgas TKI, Maftuh Basyumi yang menyebut bahwa kekerasan yang dialami pekerja migran banyak terjadi karena bersumber dari sikap dan perilaku pekerja migran itu sendiri, khususnya pekerja migran perempuan, antara lain bersikap genit, nakal, dan melakukan pergaulan bebas selama di luar negeri.

Pernyataan Ketua Satgas TKI juga menstigma pekerja migran perempuan dengan menyatakan bahwa pekerja migran perempuan yang pulang ke Indonesia dengan membawa anak yang berwajah lebih mirip dengan orang Pakistan dan Bangladesh merupakan akibat pergaulan bebas.

Karena itulah permohonan maaf harus diucapkan ketua Satgas TKI karena telah menyakiti perasaan.

"Meminta ketua Satgas TKI untuk meminta maaf secara terbuka terutama kepada buruh migran, khususnya yang  saat ini mengalami ancaman hukuman mati dan keluarganya," kata Koordinator Solidaritas Perempuan Thaufiek Zulbahary dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Kamis(31/5/2012).

Taufik juga mengaku prihatin dan kecewa atas sikap ketua Satgas TKI tersebut. Ucapannya kata Taufik sama sekali bertentangan dengan semangat pembelaan hak-hak pekerja migran perempuan di luar negeri.

"Kami prihatin dan kecewa dengan pernyataan tersebut karena selain bertentangan dengan paparan narasumber sebelumnya juga kontraproduktif dengan semangat pembelaan terhadap hak-hak  pekerja migran di luar negeri  (mayoritas adalah perempuan) yang justru menjadi salah satu mandat Satgas TKI. Pernyataan tersebut menegaskan ketidakpahaman pada pendekatan HAM, keadilan gender, dan perspektif korban dalam penangan kasus-kasus pekeja migran. Padahal pada 12 April 2012 Indonesia baru meratifikasi konvensi migrant 1990 mengenai Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Keluarga," jelasnya.

Dengan perspektif ketua Satgas TKI yang demikian,kata Thaufiek sangat diragukan bahwa Satgas TKI dapat berkontribusi dalam perbaikan system perlindungan hak-hak pekerja migrant Indonesia, revisi Undang-undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (PPTKILN) dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

"Karena itu kami meminta agar meningkatkan kinerja Satgas TKI dengan penekanan pada pendekatan HAM dan keadilaan  gender serta mengutamakan perspektif korban dan menghindari sikap, cara pandang dan  tindakan yang cenderung menyalahkan korban," jelasnya.

Seperti diketahui sebelumnya pada tanggal 29 Mei 2012, berlangsung acara ‘Sosialisasi Satgas Penanganan Kasus WNI/TKI yang terancam Hukuman Mati  tentang Penyempurnaan Proses Penyediaan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia’ yang diselenggarakan oleh Satgas TKI di Hotel Borobudur.

Ketua Satgas TKI, Maftuh Basyumi saat itu mengatakan ucapan yang menyinggung dan melukai perjuangan penegakan hak-hak pekerja migran, Maftuh kala itu menyebut bahwa kekerasan yang dialami pekerja migran banyak terjadi karena bersumber dari sikap dan perilaku pekerja migran itu sendiri, khususnya pekerja migran perempuan, antara lain  bersikap genit, nakal, dan melakukan pergaulan bebas selama di luar negeri.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved