Minggu, 5 Oktober 2025

Penangkapan Pejabat Kemennakertrans

Seknas Fitra: Ada Bandit Anggaran di DPR

Terungkapnya praktek penyuapan di Kemenakertrans oleh KPK, merupakan realitas adanya bandit-bandit anggaran

Editor: Harismanto
zoom-inlihat foto Seknas Fitra: Ada Bandit Anggaran di DPR
TRIBUNNEWS/HERUDIN
ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), menyatakan terungkapnya praktek penyuapan di Kemenakertrans oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merupakan realitas adanya bandit-bandit anggaran di dalam tubuh Badan Anggaran DPR RI.

Menurut Sekjen Seknas Fitra, Yuna Farhan, pihaknya mencatat ada empat akar permasalahan Badan Anggaran. Pertama, jelasnya adalah Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) Kawasan Transmigrasi.

"Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah, Kawasan Transmigrasi, tumpang tindih, DPPID untuk Kawasan Transmigrasi baru ada pada UU APBN-P 2011, pasal 27 ayat 11, DPPID dialokasikan sebesar Rp 6,31 triliun dengan rincian, infrastruktur pendidikan, Rp 613 miliar, infrastruktur kawasan transmigrasi, Rp 500 miliar, dan infrastruktur lainnya, Rp 5,2 triliun. Persoalannya, Kemenakertrans juga mengalokasikan program yang sama, namun melalui mekanisme tugas pembantuan, program pembangunan pemukiman kawasan transmigrasi senilai Rp 469,4 miliar," tutur Yuna dalam acara jumpa pers yang digelar di Warung Daun Resto, Jakarta, Minggu (18/9/2011).

Kedua, terangnya, ada karena Badan Anggaran melampaui kewenangannya, dalam menyusun anggaran. Ia mencotohkan adanya pelanggaran kewenangan itu dalam kasus suap Kemenakertrans.

"Pasal 107 ayat 2 UU 27 tahun 2009 tentang MD3, yang menyatakan Banggar hanya membahas alokasi anggaran yang sudah diputuskan Komisi. Artinya Banggar telah melampaui kewenangannya karena langsung membahas bersama mitra Kemenakertrans tanpa melalui Komisi 9, padahal sesuai Tata tertib DPR, untuk alokasi DAK, harus berdasarkan usulan daerah dan kriteria teknis dan komisi yang bersangkutan," bebernya.

Ketiga, lanjutnya, adanya dana aspirasi terselubung, dalam DPPID dan DPID. "Besaran alokasi dan daerah penerima kedua dana ini ditetapkan oleh banggar, tanpa adanya kriteria yang jelas. Kedua alokasi ini juga tumpang tindih satu sama lain dengan DAK (Dana Alokasi Khusus), karena memiliki peruntukan yang sama. Baik DPID, DPPID, dan DAK diperuntukan untuk 10 bidang yang sama," katanya.

Keempat, ia menilai DPID dan DPPID, ilegal dan melanggar konstitusi. "Dana ini tidak dikenal dalam UU Nomor 3 Tahun 2004, tentang pertimbangan keuangan pusat dan daerah. Dalam Uu disebutkan azar dana perimbangan meliuputi azas desentralisasi (DAU, DBH, dan DAK), dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dengan demikian kedua dana ini bisa dikatakan ilegal," serunya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved