Kasus Gayus
Gayus Masih Pikir-pikir Ajukan PK atas Putusan Kasasi MA
Terpidana kasus korupsi penanganan pajak PT Surya Alam Tunggal Gayus Tambunan mengaku pasrah atas putusan kasasi MA terhadapnya.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana kasus korupsi penanganan pajak PT Surya Alam Tunggal Gayus Tambunan mengaku pasrah atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terhadapnya. Gayus yang mengajukan permohonan kasasi kepada MA, justru diganjar penambahan hukuman menjadi 12 tahun penjara.
"Pasrah saja," ujar Gayus lirih di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (1/8/2011). Gayus hadir di Pengadilan Tipikor untuk menjalani sidang lanjutan perkara suap dan pencucian uang yang menyeretnya sebagai tersangka.
Mengenakan jaket biru yang kerap dipakainya, suami Milana Anggraeni itu terlihat tak bersemangat menjalani sidang yang beragendakan pembacaan tanggapan jaksa penuntut umum atas nota keberatan (eksepsi) yang disampaikan penasihat hukumnya. Ternyata Gayus sedang diserang demam.
Terkait putusan MA itu, lanjut Gayus, dia mengaku akan pikir-pikir untuk mengajukan peninjauan kembali (PK). Sebelumnya diberitakan, Majelis Kasasi Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman bagi Gayus Tambunan menjadi 12 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan. Hukuman itu lebih berat 2 tahun dari hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi dan lebih berat 5 tahun dari putusan Pengadilan tingkat pertama.
Perkara pertama yang diperiksa oleh Mahkamah Agung ini melibatkan keberatan pajak yang diajukan oleh PT Surya Alam Tunggal. Di samping itu juga, dakwaan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yakni kepada Ketua Pengadilan Negeri Tangerang Muchtadi Asnun sebesar 30.000 dollar AS dan 10.000 dollar AS kepada Hakim anggota lainnya, kepada anggota Polri Arafat Enanie dan Sri Sumartini 2.500 dollar AS dan 3.500 dollar AS dan kepada penasehat hukumnya terdahulu Haposan Hutagalung sebesar Rp 800 juta dan 45.000 dollar AS.
Dalam pemeriksaan kasasi perkara ini, berkembang pendapat yang menyatakan bahwa bagi Indonesia, pajak merupakan sumber APBN terbesar sehingga intensifikasi dan extensifikasi perpajakan harus selalu dilakukan.
"Sebaliknya, setiap gangguan terhadap pemasukan pajak, secara langsung akan mengganggu jalannya roda pembangunan yang ujung-ujungnya semakin memelaratkan rakyat yang sudah melarat," bunyi salah satu point putusan tersebut.
Kasasi tersebut juga menilai kejahatan di bidang restitusi pajak merupakan modus operandi yang harus terus dicermati semakin mengurangi income negara dengan adanya pengembalian pajak fiktif yang harus dilakukan oleh negara. Selain itu, terdakwa, salah seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak Pusat merupakan tipikal pegawai negeri yang bukan hanya menjadi benalu tetapi musuh pemerintah, musuh rakyat.