Korupsi Alkes
Emir Moeis Selamat dari Kasus Korupsi Alkes
Nama politisi PDI P Emir Moeis disebut-sebut dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama politisi PDI P Emir Moeis disebut-sebut dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra). Dirinya dan enam mantan anggota Panggar DPR lain yang diduga menerima aliran dana dari terdakwa Soetedjo Yuwono yang merupakan mantan Sekretaris Kemenkokesra.
Meski disebut-sebut menerima uang dalam kasus itu, Emir Moeis nampaknya dapat bernapas lega. Pasalnya jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tak akan menghadirkannya dalam persidangan kasus itu.
"Tidak ada kaitannya langsung dengan dia (Emir). Yang kami buktikan, perbuatan terdakwa (Sutedjo) terkait dengan pengadaan itu yang ada kaitannya secara langsung," ujar jaksa M Rum usai sidang Sutedjo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Selasa (12/7).
Rum menuturkan, selaku anggota Panggar DPR kala itu, Emir memang berkaitan dengan proses persetujuan pemberian anggaran untuk pengadaan di Kemenko Kesra. Namun soal indikasi aliran dana ke Panggar DPR dan tentunya Emir, kata Rum, itu harus ditelusuri lebih jauh kebenarannya.
"Dengan Emir itu kaitan denagan penurunan anggaran, itu masih didalami. Jadi kalau di sini (sidang Sutedjo) ya sudah tidak (diperiksa) karena sudah selesai," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, Surat dakwaan Sesmenko Kesra Sutedjo Yuwono menyebut adanya aliran dana cek kepada tujuh anggota Panggar DPR periode 2004-2009. Ketujuhnya yakni Emir Moeis (Rp 200 juta), Imam Supardi (Rp 390 juta), Rudianto Tjen (Rp 350 juta), Ahmad Hafiz Zamawi (Rp 390 juta), Hasanudin Said (Rp 150 juta), Musfihin Dahlan (Rp 160 juta) dan Mariani Baramuli (Rp 25 juta).
Soetedjo juga dinyatakan pernah mengajukan permohonan kepada Panitia Anggaran DPR RI untuk merevisi APBN-P tahun 2006 dengan menambahkan pengadaan alat kesehatan untuk pengendalian penyakit menular flu burung sebesar Rp 100 miliar. Permohonan itu ditindaklanjuti dengan terbitnya revisi ke VIII DIPA Nomor 0094.0./069-03/-2006 pada November 2006.