Pemprov DKI Minta Pengelola Tak Putus Listrik-Air Warga Sebelum P3SRS Terbentuk
Pemprov DKI minta pengelola apartemen tak putus listrik dan air warga sebelum P3SRS terbentuk sesuai aturan yang berlaku.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta PT dua perusahaan Surya Sentosa (SS) dan PT Colliers Indonesia untuk tidak melakukan pemutusan aliran listrik dan air terhadap warga Apartemen Gardenia Boulevard, Jakarta Selatan, hingga terbentuknya Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS).
Permintaan tersebut disampaikan dalam rapat mediasi yang difasilitasi Wakil Wali Kota Jakarta Selatan, Ali Murtadho, di kantor wali kota, Rabu (17/9/2025).
Pertemuan tersebut adalah tindak lanjut dari audiensi Forum Warga dengan Komisi D DPRD DKI Jakarta pada 13 Agustus lalu.
Ali menyampaikan bahwa keputusan tersebut merujuk pada hasil rapat yang dipimpin Ketua Komisi D DPRD DKI.
“Jadi, (dua perusahaan itu) nggak boleh ngeluarin peraturan baru, sebelum P3SRS terbentuk. Itu hasil rapat yang dipimpin Komisi D, yang jadi landasan,” ujar Ali.
Dia menambahkan, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Dispera) akan menyurati kedua perusahaan tersebut agar mematuhi keputusan tersebut.
Ali juga menegaskan bahwa kebijakan atau pungutan baru dari pihak pengelola tidak diperkenankan hingga P3SRS resmi terbentuk.
“Terkait permasalahan PBB dan PPN IPL, kami akan mengundang instansi terkait untuk memastikan transparansi dan kepatuhan terhadap hukum,” ujarnya.
Baca juga: Kemenhub Akui Biaya Kerusakan Fasilitas Umum Imbas Demo Ditanggung Pemda
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan warga apartemen, Ratih Seftiariski, menyampaikan sejumlah keluhan dan dugaan pelanggaran tata kelola oleh PT SS dan PT Colliers.
Salah satunya terkait nilai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2018 yang disebut hampir dua kali lipat dibandingkan periode 2019–2025.
“Pembayaran justru disetorkan ke rekening PT Surya Sentosa, bukan ke kas negara, karena sertifikat belum dipecah per unit sehingga dikenakan tarif korporasi ditambah denda keterlambatan,” kata Ratih.
Dia menegaskan bahwa warga tidak pernah menolak membayar PBB, asalkan sesuai tarif individu dan masuk ke kas negara.
Ratih juga mempertanyakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL).
Menurutnya, perlu ada kejelasan apakah dana tersebut benar disetor ke kas negara atau masuk ke rekening pengelola.
Dia menyoroti status pengelolaan oleh SS dan Colliers yang telah berlangsung lebih dari 15 tahun tanpa serah terima resmi, sehingga dipandang belum sah secara hukum.
“Keterlambatan pembentukan P3SRS: Walaupun tahap sosialisasi pertama dilakukan pada Februari 2025, hingga kini belum ada progres nyata. Proses pembentukan juga tidak sesuai tahapan sebagaimana diatur dalam Pergub 133/2019,” ucapnya.
Ratih menambahkan, permasalahan serupa tidak hanya terjadi di Jakarta Selatan. Ia menyebut Cempaka Group, induk dari SS, memiliki rekam jejak pengelolaan yang dipersoalkan di sejumlah apartemen lain, termasuk tuntutan penyerahan AJB dan sertifikat serta pembentukan P3SRS yang tertunda bertahun-tahun.
“Juga melaporkan pola pengelolaan yang tidak transparan, pungutan bermasalah, hingga aksi demonstrasi. Pola berulang ini memperkuat citra Cempaka Group sebagai pengembang yang mengabaikan hak pemilik unit dan ketentuan hukum,” katanya.
Sementara itu, dalam rapat mediasi tersebut, pihak SS dan Colliers Indonesia menyatakan keberatan terhadap sejumlah poin dalam notulen rapat, khususnya larangan pemutusan fasilitas dasar.
Mereka menolak menandatangani dokumen tersebut, termasuk timeline pembentukan P3SRS.
Meski belum ada pernyataan resmi keduanya yang menjelaskan alasan penolakan, sikap tersebut dipandang oleh sebagian peserta rapat sebagai bentuk ketidaksepakatan terhadap hasil mediasi.
Namun, pemerintah daerah menegaskan bahwa keputusan yang diambil tetap berlaku dan harus dihormati oleh semua pihak.
Secara hukum, pembentukan P3SRS diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 133 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik.
Dalam regulasi tersebut, pengelolaan apartemen seharusnya diserahkan kepada perhimpunan pemilik dan penghuni setelah memenuhi tahapan sosialisasi, pembentukan panitia, dan pemilihan pengurus.
Hingga proses itu selesai, pengelola sementara tidak diperkenankan mengambil kebijakan yang berdampak langsung pada hak dasar warga.
Astrid Kuya Ikhlas Rumah Dijarah, Soroti Anak di Bawah Umur Ikut Kerusuhan |
![]() |
---|
KJP dan KJMU Pelajar yang Demo dengan Anarkis akan Dicabut oleh Pemprov DKI Jakarta |
![]() |
---|
Tarif Gratis Transjakarta, MRT, dan LRT Berlaku Mulai 31 Agustus sampai 7 September 2025 |
![]() |
---|
Diduga Selewengkan Dana Iuran Warga, Mantan Ketua P3SRS Apartemen CER Dilaporkan ke Polisi |
![]() |
---|
Profil Bebizie, Pedangdut Jadi Anggota DPRD yang Pamer Liburan ke Eropa, Punya Harta Rp44,6 M |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.