Demo di Jakarta
KontraS Kecewa Bripka Rohmat Hanya Didemosi 7 Tahun: Harus Ada Pertanggungjawaban Kolektif
Koordinator KontraS buka suara perihal hasil sidang etik terhadap anggota Brimob yang terlibat dalam kasus tewasnya Affan Kurniawan.
TRIBUNNEWS.COM - Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, buka suara perihal hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap anggota Brimob yang terlibat dalam kasus tewasnya pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan.
KontraS adalah singkatan dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, sebuah organisasi nirlaba di Indonesia yang bergerak di bidang advokasi hak asasi manusia.
Atas peristiwa tewasnya Affan, majelis sidang etik Polri menjatuhkan sanksi kepada Komandan Batalyon (Danyon) Resimen IV Korps Brimob (Korbrimob) Polri, Kompol Cosmas Kaju Gae dengan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Kompol Cosmas merupakan sosok yang berada di sebelah kursi kemudi saat kendaraan taktis (rantis) barakuda bernomor 17713-VII menabrak dan melindas Affan.
Sementara itu, anggota Brimob Bripka Rohmat selaku sopir rantis disanksi demosi selama 7 tahun.
Demosi adalah tindakan pemindahan jabatan seorang pegawai atau karyawan ke posisi yang lebih rendah di suatu organisasi.
Terkait hasil sidang tersebut, Dimas Bagus mengaku kecewa terhadap hukuman yang dijatuhkan kepada Bripka Rohmat.
Pasalnya, dalam konteks tewasnya Affan Kurniawan akibat dilindas rantis barakuda, ada tujuh aparat yang berada di dalam mobil tersebut.
"Saya coba cermati sidang etik yang terjadi kepada Bripka Rohmat, memang kalau kita melihat, kami sangat kecewa dengan hukuman yang kemudian dijatuhkan oleh komite sidang etiknya kepolisian. Artinya dengan hanya hukuman demosi 7 tahun begitu ya."
"Sementara kalau kita lihat kan dalam konteks penabrakan Affan Kurniawan sehingga mengakibatkan (korban) meninggal dunia atau menghilangkan nyawa harusnya ada pertanggungjawaban kolektif sebagai sebuah pasukan yang memang mengendarai kendaraan rantis barakuda yang kemudian menabrak Affan Kurniawan," ucap Dimas Bagus dalam acara Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Jumat (5/9/2025).
Meskipun ada hierarki keputusan di kepolisian, Dimas menekankan bahwa seharusnya ada pertanggunjawaban kolektif.
Jadi seharusnya tidak hanya komandannya, dalam hal ini Kompol Cosmas, yang mendapatkan sanksi berat.
Baca juga: Susno Duadji: Polri Harus Jelaskan Kenapa Kompol Cosmas di PTDH, Bripka Rohmat hanya Demosi 7 Tahun
Namun, secara bersama-sama semua anggota yang berada di dalam barakuda sebenarnya juga menyaksikan dan bisa bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang diambil.
"Keputusan yang diambil dan juga kemudian harusnya ini juga bisa jadi pertimbangan untuk memberikan hukuman seberat-beratnya."
"Tidak cuma hanya dalam konteks sanksi etik yang berat seperti PTDH, tapi menurut kami juga bisa didorong menjadi hukuman yang sifatnya pidana," ujarnya.
Dimas mengatakan, jika melihat kontruksi video saat Affan dilindas rantis hingga pernyataan yang disampaikan oleh sejumlah pakar, semestinya kasus ini bisa menjadi delik pidana.
"Karena ada unsur kesengajaan dalam kemudian melakukan pengambilan keputusan untuk menabrak dan melindas Affan Kurniawan," tutur Dimas Bagus.
Sebagai informasi, ada lima pelanggar kategori sedang yang belum di sidang dalam kasus meninggalnya Affan Kurniawan setelah dilindas rantis pada Kamis, 28 Agustus 2025.
Mereka adalah M Rohyani, Briptu Danang, Bripda Mardin, Bharaka Jana Edi, dan Bharaka Yohanes David.
Kelimanya merupakan anggota Satbrimob Polda Metro Jaya yang duduk di baris belakang mobil rantis.
Saat itu, Affan tewas dilindas rantis setelah aksi demo yang berujung ricuh di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta.
Kejadiannya, rantis melaju kencang di tengah kerumunan massa, lalu menabrak Affan dari belakang dengan keras.
Mobil tersebut tampak berhenti sejenak, tetapi kembali melaju hingga melindas Affan.
Padahal ketika itu Affan Kurniawan sedang mengantar pesanan makanan ke Bendungan Hilir.
Ia terjebak kemacetan di Pejompongan, Jakarta Pusat, akibat demonstrasi yang ricuh.
Saat mencoba menyeberang di tengah kerumunan, Affan terpeleset dan jatuh.
Setelah dilindas rantis, Affan sempat dilarikan ke RSCM, tetapi nyawanya tak tertolong.
Pengakuan Bripka Rohmat
Pada sidang di TNCC Mabes Polri, Kamis (4/5/2025), Ketua Sidang Kode Etik Kombes Pol Heri Setiawan sebelum membacakan vonis, mengungkapkan kondisi Bripka Rohmat sebelum menabrak dan melindas Affan.
"Pada saat peristiwa unjuk rasa 28 Agustus 2025, terduga pelanggar terkena gas air mata sehingga matanya perih dan tidak dapat melihat dengan jelas," ucapnya.
Bukan hanya itu, menurut Kombes Heri, ada lemparan batu, petasan, dan kayu ke arah mobil yang dikemudikan Bripka Rohmat sebelum insiden maut terjadi.
Faktor lain, terduga pelanggar hanya menjalankan perintah dari atasannya, Kompol Cosmas Kaju Gae, untuk terus maju.
"Selaku bawahan, ia melaksanakan perintah atasan, bukan atas kehendak sendiri," ucap Kombes Heri.
Atas peristiwa tersebut, Bripka Rohmat berkewajiban meminta maaf secara lisan di hadapan KKEP dan secara tertulis kepada pimpinan Polri.
Kemudian penempatan khusus selama 20 hari, terhitung sejak 29 Agustus 2025 sampai 17 September 2025 di ruang Patsus Biro Provos Div Propam Polri.
Mutasi bersifat demosi selama 7 tahun sesuai dengan sisa masa dinas pelanggar di institusi Polri.
Terduga pelanggar Bripka Rohmat mengemban jabatan Bamin Siops Detasemen D Sat Brimob Polda Metro Jaya.
Majelis sidang KKEP Polri menerapkan Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri junto Pasal 4 huruf D Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
Lalu Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2003 junto Pasal 5 ayat (1) huruf C Perpol Nomor 7 Tahun 2022 dan Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2003 junto Pasal 8 huruf C angka 1 Perpol Nomor 7 Tahun 2022.
(Tribunnews.com/Deni/Reynas)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.