Uji Emisi untuk Meningkatkan Kualitas Udara di Ibu Kota
Pembatasan aktivitas selama masa pandemi Covid-19 ternyata meningkatkan kualitas udara di Jakarta.
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pembatasan aktivitas selama masa pandemi Covid-19 ternyata meningkatkan kualitas udara di Jakarta.
Dampak positif ini sempat viral di media sosial pada April 2020 lalu, setelah warganet di Twitter ramai membagikan foto-foto langit di Ibu Kota yang membiru.
Penerapan kebijakan bekerja dari rumah pada 16 Maret 2020 yang dilanjutkan dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak 10 April 2020, ternyata berdampak signifikan terhadap penurunan emisi karbon di Ibu Kota.
Fenomena perbaikan kualitas udara Jakarta dibuktikan dengan data pemantauan dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK).
Data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta di lima Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) juga menunjukkan tren yang sama, yaitu terjadi penurunan emisi mulai akhir Maret sampai Mei 2020.

Adapun kelima stasiun pemantau emisi milik DLH DKI Jakarta itu berlokasi di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Kebon Jeruk, Lubang Buaya, Jagakarsa, serta Kelapa Gading.
Kemudian, ketika aktivitas masyarakat diperlonggar lagi, emisi udara kembali meningkat. Hal ini menunjukkan, emisi kendaraan berkontribusi besar terhadap polusi udara di Ibu Kota.
Tingginya mobilitas masyarakat, khususnya pengguna kendaraan bermotor, di Jakarta memang tak bisa dihindari, mengingat status Ibu Kota sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian.
Penyebab pencemaran di DKI Jakarta didominasi transportasi darat, kemudian disusul pembangkit listrik, pembakaran domestik, serta industri.
Dinas Lingkungan Hidup berkolaborasi dengan Vital Strategies telah melakukan Kajian Inventarisasi Sumber Pencemaran Udara pada 2020 dengan menggunakan data tahun 2018.
Data yang digunakan adalah konsumsi bahan bakar, baik dari sektor transportasi, industri, rumah tangga, energi, maupun lainnya.
Hasil kajian tersebut menemukan bahwa kontributor polusi udara di Jakarta adalah dari sektor transportasi darat, terutama untuk Nox (72,4%), CO (96,36%), PM10 (57,99%), dan PM2.5 (67,03%).
Sementara, sektor industri pengolahan menjadi sumber polusi terbesar untuk polutan SO2 dan terbesar kedua untuk Nox, PM10, serta PM2.5.
Dari sampel filter yang menangkap PM2.5 di tiga lokasi, yaitu Kebon Jeruk, Lubang Buaya, dan kawasan Gelora Bung Karno (GBK), dapat disimpulkan bahwa sumber utama PM2.5 adalah emisi kendaraan bermotor, yaitu 32-41% pada musim hujan dan 42-57% pada musim kemarau.