Banjir di Jakarta
Curhatan Pengungsi di Pejaten Timur: Air Datang Seperti Tsunami, Rumah Roboh, Pohon Hanyut. . .
“Itu sudah bukan siaga 1 lagi, tapi sudah seperti tsunami. Rumah-rumah pada rubuh, pohon-pohon hanyut, semua habis.”
Baca: Mabes Polri: Bocah Argentina yang Diduga Dibawa Kabur Ditemukan di Toraja, Begini Kondisinya
Baca: Capai Kesepakatan, Mercedes-Benz Siap Setorkan Data Penjualan Kendaraan ke Gaikindo Mulai Pekan Ini
Keesokan harinya, Neneng bersama tetangga lainnya memutuskan untuk tetap bertahan di masjid.
“Lebih baik di sini dulu, kalau pulang listrik tidak ada, lumpur di rumah selutut, atap asbes rumah tidak ada, nasi tidak punya, gerobak untuk mulung juga sudah hanyut, tidak punya uang hanya tinggal Rp 2 ribu.”
“Besok masih harus ganti gerobak yang hanyut, harganya Rp 300 ribu. Nanti nyicil,” keluhnya.
Kini dengan kondisi seadanya Neneng mendapatkan kenyamanan di lokasi pengungsian.
“Walaupun kemarin seharian tidak makan, hari ini selalu tertib makan kalau sudah waktunya. Dapat bantuan beras, minyak, gula, dan lain-lain. Kalau sekarang butuh pakaian, yang bekas-bekas tidak apa-apa, ini sudah dua hari tidak ganti lepek kena air hujan,” jelasnya sambil menunjukkan bajunya.
Sebanyak 500 kepala keluarga terdampak akibat banjir yang melanda kawasan tersebut pada Hari Senin lalu.
Banjir sempat mencapai ketinggian 1,8 meter sebelum surut pada Selasa siang.