Rabu, 1 Oktober 2025

Banjir di Jakarta

Curhatan Pengungsi di Pejaten Timur: Air Datang Seperti Tsunami, Rumah Roboh, Pohon Hanyut. . .

“Itu sudah bukan siaga 1 lagi, tapi sudah seperti tsunami. Rumah-rumah pada rubuh, pohon-pohon hanyut, semua habis.”

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Choirul Arifin
Warta Kota
Petugas DPKP sedang mengevakuasi warga yang sakit di Jalan Masjid Al-Makmur RT 17 RW 07, Gang Buntu, Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  “Itu sudah bukan siaga 1 lagi, tapi sudah seperti tsunami. Rumah-rumah pada rubuh, pohon-pohon hanyut, semua habis.”

Kata-kata itu diucapkan Neneng (60) saat menceritakan kembali peristiwa banjir Sungai Ciliwung yang menerjang rumahnya di kawasan RT 05 RW 08 Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (5/2/2018) lalu.

Sambil membenarkan letak alas tidurnya yang hanya berupa kardus, Neneng terus menggerutu sembari bersyukur atas apa yang terjadi.

“Ini benar-benar yang namanya menderita. Tapi bersyukur saya tidak masih diberi umur panjang, yang penting tidak mati di sungai,” ujarnya ketika ditemui di lokasi pengungsian di Masjid Al Makmuriyah yang masih berada di Pejaten Timur, Selasa (6/2/2018).

Kepada Tribunnews.com, Neneng menceritakan bahwa awalnya sekitar pukul 06.00 WIB air dari Sungai Ciliwung yang hanya berjarak sekitar lima meter dari rumahnya belum masuk ke rumahnya.

Baca: Pameran GIICOMVEC 2018, Hyundai Truck and Bus Memilih Absen

Baca: Wow! 4,3 Juta Orang Sudah Nonton Film Dilan 1990 Berapa Sih Biaya Promosinya?

“Tapi pukul 08.00 air sudah mulai masuk rumah dan puncaknya sekitar pukul 14.00 air sudah sepinggang dan saya langsung lari ke rumah tetangga. Saya sama delapan orang lainnya langsung naik ke atap, dari situ saya lihat air terus menerjang rumah-rumah di sini, sudah seperti tsunami.”

“Rumah-rumah rubuh, pohon bambu, pohon pisang hanyut semua. Kandang ayam juga hanyut, ayamnya pada berlarian” katanya.

Saat itu kondisi rumah kontrakan Neneng sudah sepenuhnya ditutupi air.

“Di rumah tetangga di lantai duanya saja air setinggi dada, kalau tidak cepat naik bisa-bisa mati kita semua. Rumah saya sudah tenggelam itu, atap asbesnya sudah hanyut terbawa air,” ungkapnya.

Perjuangan Neneng dan warga lainnya belum berhenti sampai di situ.

Di atas atap rumah satu warga lainnya, Neneng dan delapan orang lainnya harus bertahan selama 10 jam sebelum dievakuasi oleh tim SAR.

“Di atas kehujanan kedinginan, pukul 24.00 baru dievakuasi oleh tim SAR, perahunya kecil jadi harus bolak-balik tiga kali. Di atas atap pada nangis semua, kalau air tambah tinggi sudah tidak selamat kita,” ujar wanita yang berprofesi sebagai pemulung itu.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved