Warga Bantargebang Bekasi Mandi Sampah
Puluhan warga yang tinggal di Kecamatan Bantargebang berunjuk rasa di Jalan Raya Ahmad Yani, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Selasa (5/1) sian
Editor:
Sugiyarto
Tumpukan sampah itu juga mengeluarkan air lindi alias air sampah yang mengeluarkan aroma busuk.
Seharusnya, kata dia, air lindi yang berasal dari lima zona pembuangan sampah dialirkan melalui pipa yang ditanam di bawah tanah. Kemudian air lindi dialirkan ke kolam pengolahan yang disebut instalasi pengolahan air sampah (IPAS).
Dari IPAS semestinya diproses dengan air ke dalam kolam ekualisasi (inlet) untuk penjernihan.
Selanjutnya, air lindi dibuang ke luar tempat pembuangan sampah dengan mutu air yang tidak tercemar.
"Sehingga air lindi yang dibuang dari IPAS TPST Bantargebang, sebelum dibuang ke luar, baku mutu airnya mencapai 2000-4000 mg/L, sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 1995. Tapi ini tidak, justru mutu airnya lebih besar," jelasnya.
Husein menambahkan, uang tipping fee (kompensasi sampah) sebesar Rp 300.000 per triwulan yang diterima warga juga tak sebanding dengan dampak lingkungannya.
Asisten Administrasi Umum di Pemerintah Kota Bekasi, Dadang Hidayat mengatakan, koordinasi revisi addendum dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah dua kali berjalan.
"Kemarin (Selasa (5/1) kita juga sudah kordinasi lagi terkait addendum TPST Bantargebang," ujarnya.
Adanya penolakan warga atas sampah DKI Jakarta untuk dibuang ke TPST Bantargebang, Dadang mempertanyakan keabsahan identitas pengunjuk rasa.
Menurutnya, tidak mungkin warga Bantargebang yang melakukan demontrasi.
"Soal demo penolakan itu hak siapapun. Tapi apakah benar demo itu dilakukan warga di sekitar Bantargebang," kata Dadang.