Junaedi Jual Ginjal Untuk Bayar Persalinan Istri
Namun belakangan ia sedih, saat hendak membawa pulang buah cintanya dengan Sumaidah alias Niah
Editor:
Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Perasaan Junaedi (35) bercampur aduk di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja, Jakarta Utara pada Rabu (24/9/2014) siang. Sudah dua hari ini ia merasa senang dan sedih di rumah sakit milik Pemprov DKI Jakarta itu.
Dia senang karena anak keduanya lahir selamat di RSUD Koja pada Minggu (21/9) lalu. Namun belakangan ia sedih, saat hendak membawa pulang buah cintanya dengan Sumaidah alias Niah (30) sehari kemudian, ia harus mengeluarkan biaya persalinan hingga Rp 7 juta. Tak ayal bayi yang belum diberi nama itu tertahan di rumah sakit.
Padahal, pria yang bekerja sebagai pekerja bangunan ini telah memiliki Kartu Jakarta Sehat (KJS). Ditemui di RSUD Koja, Junaedi mengatakan besaran tagihan persalinan sudah ia ketahui sejak beberapa jam sebelum Niah melahirkan.
Kala itu kondisi Niah cukup lemah, hingga membuat tim dokter harus mencari cara untuk menyelamatkan istri dan anaknya. Setelah diobservasi, tim dokter menyatakan ada dua proses persalinan yang harus dilewati Niah, yakni melalui cesar atau dibantu alat vakum.
Mendengar saran dokter, Junaedi malah menjadi pusing, sebab biaya persalinan menggunakan dua cara tersebut sangat tinggi.
"Kata petugas rumah sakit, melahirkan menggunakan alat vakum dikenakan biaya Rp 7 juta, sedangkan cara cesar dikenakan Rp 10 juta," kata Junaedi pada Rabu.
Saat dihadapkan dua pilihan itu, Junaedi menjadi gundah. Di sisi lain, petugas rumah sakit terus mendesaknya untuk menentukan pilihan cara persalinan Niah. "Karena saya tak punya uang, akhirnya saya minta saja yang agak murah dengan menggunakan alat vakum," ujar Junaedi.
Sekira tiga jam menjalani persalinan menggunakan alat vakum, bayi berjenis laki-laki itu pun lahir. Rasa khawatir tentang keselamatan istri dan anaknya berangsur menghilang. Ia mengaku senang, anaknya bisa lahir dengan selamat meski dibantu alat vakum.
Walau begitu, rasa risau soal biaya persalinan masih menempel di benakknya. Ia mengaku bingung, bagaimana cara memperoleh uang sebanyak Rp 7 juta untuk membayar tagihan persalinan istrinya. Ia yang diselimuti rasa takut dan khawatir, sempat mengambil cara ekstrim.
Pada Selasa (22/9) lalu, ia sempat menawarkan sebuah ginjal ke rekannya bernama Sunarto (25) sebesar Rp 7 juta. Akan tetapi, rencana tersebut ditentang oleh rekannya. "Teman saya juga bilang, jual ginjal tidak bisa sembarangan karena kondisi si penjual ginjal juga harus sehat," ujar Junaedi.
Mendengar pernyataan rekannya, Junaedi semakin lemas. Pria asal Palembang, Sumatera Selatan ini mengaku tidak mempunyai uang yang cukup untuk membayar biaya persalinan istrinya. Bahkan selama dua hari berada di rumah sakit saja, ia sampai meminjam uang Rp 200.000 ke rekannya.
Meski memiliki KJS, namun Junaedi tetap diminta biaya persalinan. Pertimbangan pihak rumah sakit ini setelah petugas menemukan kejanggalan antara data di KTP dan KJS milik istrinya. Di KJS, nama istrinya adalah Niah sedangkan di KTP bernama Sumaidah.
Bukan hanya itu, domisili ia dan istrinya juga berbeda. Hal inilah yang membuat pihak rumah sakit meminta Junaedi menunjukkan Surat Keterangan Domisili dan Tidak Mampu (PM-1) terlebih dahulu. Junaedi mengaku, data di KJP dan KJS milik istrinya memang tidak sesuai.
Ia menjelaskan, di KTP alamatnya berada di Kampung Beting Jaya RT 01/018, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara. Sedangkan di KJS berada di Kampung Kasepatan RW 05, Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara. Menurut Junaedi, berbedanya data di kedua kartu tersebut berawal saat ia pindah rumah kontrakan dari Kampung Beting ke Kampung Kasepatan.
Saat tinggal di Kampung Beting pada tahun 2007, ia belum membuat KJS. Namun saat 2008 pindah ke Kampung Kasepatan ia diminta membuat KJS oleh ketua kelompok yang ada di sana. "Saat tinggal di Kampung Kasepatan saya juga belum sempat mengganti KTP sesuai dengan domisili, makanya saat ini KTP saya masih di daerah Kampung Beting," kata Junaedi.