Jumat, 3 Oktober 2025

IM2 Dituduh Rugikan Negara

Luhut Pangaribuan: Saksi Ahli tak Kompeten

Sidang lanjutan penyalahgunaan kanal 3G di frekuensi 2.1 GHz di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)

Editor: Toni Bramantoro

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan perkaran tuduhan penyalahgunaan kanal 3G di frekuensi 2.1 GHz di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis (11/4/2013) menghadirkan dua orang saksi,  yakni mantan Manajer Akunting PT Indosat Mega Media (IM2) Endha Fitriani dan Direktur Center for Indonesian Telecommunications Regulation Study (Citrus), Dr. Ir. Asmiati Rasyid sebagai saksi ahli.

Asmiati Rasyid  yang pernah menjalani perawatan kejiwaan di Rumah Sakit Kesehatan Jiwa (RSK) Hurip Waluya, Karang Tineung, Bandung, Jawa Barat pada tanggal 3-15 Februari 1997 ini tampak beberapa kali emosional.

Keterangan bahwa Asmiati pernah dirawat di sana dibuktikan dengan Surat Keterangan Rumah Sakit Hurip Waluya tertanggal 3 April 2013. Dalam surat yang ditandatangi dokter yang merawat sekaligus pemilik Rumah Sakit tersebut, Dr. Chatidjah, menerangkan bahwa memang benar Asmiati pernah dirawat di rumah sakit jiwa tersebut.

Asmiati sendiri dalam persidangan membenarkan dia pernah dirawat di Rumah Sakit tersebut.

”Iya benar karena berawal dari konflik rumah tangga dengan mantan suami saya,” kata Asmiati.

Ketua Majelis Hakim Antonius Widjantono beberapa kali menegur Asmiati agar tdak terbawa emosi. Ketua Majelis Hakim bahkan sempat memperingatkan Asmiati karena dianggap tendensius, tidak netral memberikan keterangan dan menghakimi kasus yang sedang berjalan.

Teguran hakim tersebut sehubungan dengan keberatan dari Penasihat Hukum terdakwa Indar Atmanto karena Asmiati pernah dirawat di rumah sakit jiwa. Penasihat Hukum juga keberatan kesaksian Asmiati karena tidak jujur pada dirinya sendiri terkait keterangannya kepada jaksa bahwa yang berangkutan masih mengajar di Sekolah Tinggi PT Telkom. Padahal sejak 2010 sudah tidak mengajar di sana. Penasihat hukum juga mempertanyakan konflik kepentingan (conflict of interest) Asmiati yang berstatus sebagai karyawan PT Telkom Tbk.

Dalam kesaksiannya, Asmiati menyatakan keterangan yang berubah-ubah dan kontradiktif satu sama lain. Misalnya saat ditanya oleh Penasihat Hukum terdakwa yang menanyakan apakah frekuensi dan jaringan telekomunikasi itu satu kesatuan?

“Iya itu satu jaringan,” kata Asmiati.

Pertanyaan penasihat hukum tersebut diajukan sehubungan dengan tuduhan jaksa dalam kasus IM2 yang menuding adanya penggunaan frekuensi bersama di frekuensi 3G di kanal 2.1 GHz. Namun pada keterangan berikutnya, Asmiati menyatakan bahwa antara frekuensi dan jaringan adalah sesuatu yang terpisah.

Asmiati juga tampak tidak menguasai persoalan. Dalam dakwaan jaksa, Indosat dan IM2 dituduh melakukan pemakaian frekuensi bersama sehingga dianggap merugikan negara Rp 1,3 Triliun. Tuduhan itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi.

Nyatanya, pemahaman Asmiati tentang penggunaan frekuensi bersama berbeda dengan yang dimaksud dalam PP No. 53 Tahun 2000. Menurut Asmiati, satu operator bisa menggunakan frekuensi bersama, sementara dua atau lebih dinas komunikasi radio untuk penggunaan frekuensi bersama. Saat ditanya oleh Penasihat Hukum apakah Asmiati tahu soal dinas komunikasi radio, dia menjawab tidak tahu.

Penasihat Hukum Im2 Indosat Luhut Pangaribuan menyatakan, dari keterangan saksi ahli tampak bahwa ahli kurang kompeten.

“Saksi ahli tidak ada sama sekali background soal regulasi. Keterangan saksi ahli juga kontradiktif. Misalnya soal satu kesatuan antara frekuensi dan jaringan,” kata Luhut.

Anggota Komisi Kejaksaan Kamilov Sagala, yang hadir di persidangan, menyatakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan IM2 sangat jauh di bawah standar. Terlihat dari pertanyaan setiap persidangan terus diulang terkesan tdak memahami materi persidangan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved