Pilkada Serentak 2024
Jokowi Tanggapi Santai Putusan MK dan DPR, Sebut Hal yang Biasa Terjadi: Kita Hormati
Inilah tanggapan Presiden Jokowi soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan DPR mengenai syarat Pilkada Serentak 2024 mendatang.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi santai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) soal syarat pilkada serentak 2024.
MK mengubah peraturan mengenai ambang batas persyaratan pencalonan pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 dan putusan tentang syarat usia calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon dalam pilkada.
Namun, DPR, dalam hal ini Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, menolak menjalankan keputusan MK itu.
Setelah mengetahui hal tersebut, Jokowi mengatakan bahwa hal itu sudah biasa terjadi di lembaga-lembaga institusi negara.
Menurut Jokowi, keputusan yang dikeluarkan oleh MK maupun DPR itu merupakan bagian dari proses konstitusi yang ada di Indonesia.
Maka dari itu, orang nomor 1 RI itu mengaku tetap menghormati keputusan masing-masing lembaga tersebut.
"Itu proses konsitusional yang biasa terjadi di lembaga-lembaga negara yang kita miliki," ucapnya saat memberikan pernyataan pers, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (21/8/2024).
"Kita hormati kewenangan dan keputusan dari masing-masing lembaga negara," kata Jokowi.
Soal batas usia calon kepala daerah, MK menetapkan sebelum penetapan pasangan calon (paslon) terpilih atau pelantikan.
Namun, Baleg DPR tidak setuju dan memilih menyepakati syarat batas usia calon gubernur dan calon wakil gubernur merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA).
Dalam putusan MA itu, batas usia calon gubernur dan calon wakil gubernur minimal 30 tahun sejak pelantikan pasangan calon kepala daerah terpilih.
Baca juga: Putusan MK Soal Syarat Pencalonan Pilkada Dinilai Tak Menguntungkan atau Rugikan Salah Satu Pihak
Sementara itu, untuk syarat pencalonan Pilkada, MK memutuskan untuk menurunkan threshold atau ambang batas pencalonan Pilkada.
Mengenai hal ini, DPR lagi-lagi berbeda pendapat dengan MK karena memutuskan syarat tersebut tidak berlaku bagi partai politik yang mendapatkan kursi di DPRD.
Syarat itu hanya berlaku bagi partai politik nonparlemen.
Jadi, partai politik yang memiliki kursi DPRD tetap menggunakan syarat lama ambang batas pilkada.
Syarat itu ialah memiliki kursi di DPRD dan dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
MK Enggan Berkomentar soal Putusan Baleg DPR
Rapat yang diadakan oleh Baleg DPR itu disebut-sebut betujuan untuk menganulir putusan MK terkait threshold atau ambang batas pencalonan Pilkada.
Namun, dari MK sendiri tidak memberikan komentar mereka soal rapat Baleg tersebut.
Sebab, kata Juru Bicara MK, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, MK memang tak boleh mengomentari Rancangan Undang-undang (RUU) yang sedang dibahas tersebut.
Pasalnya, hal itu merupakan urusan pembentuk Undang-undang (UU), yakni pemerintah dan DPR.
Maka dari itu, Enny menegaskan bahwa MK tidak berwenang untuk mengomentari hal tersebut.
"MK tidak boleh komen terhadap RUU yang sedang dibahas pembentuk UU," ucap Enny, saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu pagi.
Sementara itu, dari anggota Baleg dari fraksi Golkar, Dave Laksono, membantah bahwa rapat hari ini bertujuan untuk membatalkan putusan MK terkait Pilkada.
Dave menjelaskan rapat yang digelar ini tujuannya untuk mendalami putusan MK soal ambang batas atau threshold pencalonan kepala daerah.
Hal tersebut dilakukan demi mencegah adanya multitafsir terhadap putusan MK tersebut.
"Kan harus ada kejelasannya kan. Maka itulah dari Baleg itu mempelajari lagi untuk menegaskan supaya tidak ada multitafsirlah atas putusan tersebut," ucap Dave di JCC Senayan, Jakarta, Rabu, dilansir Kompas.com.
"Jadi sebelum kita menyikapi lebih dalam, agar dipelajari dulu putusannya seperti apa, terus juga nanti kan berkaitan kepada aturan-aturan turunan lainnya lagi karena mengingat waktu pendaftaran tinggal beberapa hari lagi kan. Nah jadi perlu banyak penyesuaian," ujar dia.
Berikut pasal yang disepakati oleh Baleg DPR dalam rapat bersama Pemerintah hari ini, Rabu:
(1) Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut
d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen (enam setengah persen) di provinsi tersebut;
(3) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD kabupaten/kota dapat mendaftarkan calon bupati dan calon wakil bupati atau calon wali kota dan calon wakil wali kota dengan ketentuan:
a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihn tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.
b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politij atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5 persen (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;
c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 7,5 persen (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;
d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai poiltik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen (enam setengah persen) di kabupaten/kota tersebut;
(Tribunnews.com/Rifqah/Ibriza Fasti) (Kompas.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.