Pilpres 2024
MK Tolak Uji Ulang Batas Usia Capres-Cawapres, TKN: Makin Terang Anwar Usman Korban Kambing Hitam
TKN Prabowo-Gibran sambut putusan MK menolak uji ulang batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Rabu (29/11/2023).
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji ulang batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Rabu (29/11/2023).
Putusan ini pun langsung disambut TKN Prabowo-Gibran.
Wakil Komandan Echo TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman menyatakan bahwa keputusan itu semakin meyakinkan Anwar Usman yang dicopot dari Ketua MK menjadi korban kambing hitam dalam kasus tersebut.
"Makin terang dan jelas sebetulnya Pak Anwar Usman ini korban kambing hitam orang yang sengaja dicari kesalahannya karena untuk melakukan legitimasi di keputusan MKMK," kata Habiburokhman kepada wartawan di Media Center Prabowo-Gibran di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Selasa (28/11/2023).
Ia menuturkan bahwasanya putusan gugatan usia capres dan cawapres menjadi di bawah 40 tahun juga dipastikan tidak ada intervensi.
Dengan begitu, putusan pelanggaran berat Anwar Usman dinilai tidak tepat.
Baca juga: Soal Gugatan Anwar Usman, MK Masih Tunggu Pemberitahuan Resmi dari PTUN Jakarta
"Memang sebetulnya tidak tepat putusan pelanggaran berat terhadap Pak Anwar Usman. Di mana putusan inilah yang kemudian dibawa terus dan dikait-kaitkan dengan kami pasangan Prabowo-Gibran, disebut diwarnai dengan cacat hukum, diwarnai dengan etika dan sebagainya," katanya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji ulang syarat batas minimal usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana.
Hal itu dinyatakan dalam sidang pembacaan putusan Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023, di ruang sidang gedung MK RI, pada Rabu (29/11/2023).
Brahma, selaku pemohon memohonkan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sebelumnya berubah oleh Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.
Baca juga: Putusan MK tentang Batas Minimal Usia Cawapres Dinilai Puncak Praktik Politik Dinasti di Indonesia
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan, Putusan 90 tersebut secara hukum telah berlaku sejak dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum.
Sehingga seperti putusan MK lainnya, bersifat final dan mengikat.
"Jika dikaitkan dengan ketentuan norma Pasal 10 dan Pasal 47 UU MK serta Pasal 77 Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021, maka Mahkamah berpendapat Putusan a quo adalah putusan yang dijatuhkan oleh badan peradilan pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final," kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dalam persidangan, Rabu (29/11/2023).
"Terhadap putusannya tidak dapat dilakukan upaya hukum. Hal tersebut dikarenakan, Mahkamah Konstitusi sebagai badan peradilan konstitusi di Indonesia tidak mengenal adanya sistem stelsel berjenjang yang mengandung esensi adanya peradilan secara bertingkat yang masing-masing mempunyai kewenangan untuk melakukan koreksi oleh badan peradilan di atasnya terhadap putusan badan peradilan pada tingkat yang lebih rendah sebagai bentuk 'upaya hukum'," sambungnya.
Mahkamah juga menyatakan, adanya pelanggaran etik berat yang melibatkan mantan Ketua MK Anwar Usman dalam perumusan Putusan 90 tak serta-merta membuat putusan tersebut dapat disidangkan ulang dengan majelis hukum yang berbeda, sebagaimana ketentuan Pasal 17 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.