Selasa, 30 September 2025

Pemilu 2024

JPPR: Proses Penetapan DPT yang Dilakukan KPU Masih Banyak Masalah, Bisa Mengarah Pelanggaran Pemilu

JPPR mengingatkan untuk KPU mengecek kembali apakah proses pemutakhiran daftar pemilih telah optimal.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Layar menunjukkan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di Kantor KPU, Jakarta, Minggu (2/7/2023). Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi menetapkan DPT Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menemukan beberapa persoalan yang dapat mengarah ke pelanggaran pidana pemilu terkait proses penetapan daftar pemilih tetap (DPT) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

"Saya juga perlu mengingatkan bahwa terdapat beberapa ketentuan pidana pemilu dalam proses pemutakhiran daftar pemilih ini agar menjadi perhatian bagi KPU dan jajarannya setelah proses penetapan DPT," ujar Koordinator Nasional JPPR Nurlia Dian Paramita kepada wartawan, Senin (10/7/2023).

Mita, sapaan akrabnya, membeberkan berapa permasalah dalam penetapan DPT itu.

Persoalan penduduk yang meninggal, misalnya, dimana data itu masih terdaftar dalam DPT dikarenakan tidak memiliki akta kematian.

Baca juga: Bawaslu Harap KPU Secepatnya Adakan Forum Tripartit untuk Bahas 4 Juta DPT Non-KTP Elektronik

Hal ini, lanjut Mita, karena KPU dan jajarannya dalam mendata penduduk yang meninggal berbasis administratif atau dokumen.

Sedangkan dalam prakteknya banyak penduduk yang meninggal tidak mengurus akta kematian.

Di samping itu, JPPR juga mengingatkan untuk KPU mengecek kembali apakah proses pemutakhiran daftar pemilih telah optimal atau tidak terhadap kelompok-kelompok rentan, seperti masyarakat adat, apartemen dan tempat-tempat khusus seperti panti sosial, dan rutan.

"Seharusnya KPU tetap melakukan serangkaian upaya untuk mengakomodir kelompok-kelompok rentan tersebut agar memiliki TPS khusus atau penambahan TPS," tuturnya.

Lebih lanjut, Mita juga mendorong agar akses data pemilih diberikan KPU kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, supaya pengawasan penyusunan daftar pemilih bisa maksimal.

“KPU harus memberikan akses yang seluas-luasnya minimal kepada Bawaslu. Termasuk dalam memberikan salinan DPT yang telah ditetapkan,” harapnya.

Oleh karena itu, dia mewanti-wanti KPU agar berhati-hati dalam penyusunan DPT Pemilu 2023, agar tidak terindikasi dugaan pelanggaran.

“Saya juga perlu mengingatkan bahwa terdapat beberapa ketentuan Pidana Pemilu dalam proses pemutakhiran daftar pemilih ini agar menjadi perhatian bagi KPU dan jajarannya setelah proses penetapan DPT,” ucapnya.

Mengenai dugaan pelanggaran pidana Pemilu, dalam UU 7/2017 tentang Pemilu termuat dalam beberapa pasal yang diantaranya sebagai berikut:

- Pasal 488: Setiap Orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, dipidana dengan Pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak RP 12 juta.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan