Pemilu 2024
JPPR: Proses Penetapan DPT yang Dilakukan KPU Masih Banyak Masalah, Bisa Mengarah Pelanggaran Pemilu
JPPR mengingatkan untuk KPU mengecek kembali apakah proses pemutakhiran daftar pemilih telah optimal.
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menemukan beberapa persoalan yang dapat mengarah ke pelanggaran pidana pemilu terkait proses penetapan daftar pemilih tetap (DPT) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
"Saya juga perlu mengingatkan bahwa terdapat beberapa ketentuan pidana pemilu dalam proses pemutakhiran daftar pemilih ini agar menjadi perhatian bagi KPU dan jajarannya setelah proses penetapan DPT," ujar Koordinator Nasional JPPR Nurlia Dian Paramita kepada wartawan, Senin (10/7/2023).
Mita, sapaan akrabnya, membeberkan berapa permasalah dalam penetapan DPT itu.
Persoalan penduduk yang meninggal, misalnya, dimana data itu masih terdaftar dalam DPT dikarenakan tidak memiliki akta kematian.
Baca juga: Bawaslu Harap KPU Secepatnya Adakan Forum Tripartit untuk Bahas 4 Juta DPT Non-KTP Elektronik
Hal ini, lanjut Mita, karena KPU dan jajarannya dalam mendata penduduk yang meninggal berbasis administratif atau dokumen.
Sedangkan dalam prakteknya banyak penduduk yang meninggal tidak mengurus akta kematian.
Di samping itu, JPPR juga mengingatkan untuk KPU mengecek kembali apakah proses pemutakhiran daftar pemilih telah optimal atau tidak terhadap kelompok-kelompok rentan, seperti masyarakat adat, apartemen dan tempat-tempat khusus seperti panti sosial, dan rutan.
"Seharusnya KPU tetap melakukan serangkaian upaya untuk mengakomodir kelompok-kelompok rentan tersebut agar memiliki TPS khusus atau penambahan TPS," tuturnya.
Lebih lanjut, Mita juga mendorong agar akses data pemilih diberikan KPU kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, supaya pengawasan penyusunan daftar pemilih bisa maksimal.
“KPU harus memberikan akses yang seluas-luasnya minimal kepada Bawaslu. Termasuk dalam memberikan salinan DPT yang telah ditetapkan,” harapnya.
Oleh karena itu, dia mewanti-wanti KPU agar berhati-hati dalam penyusunan DPT Pemilu 2023, agar tidak terindikasi dugaan pelanggaran.
“Saya juga perlu mengingatkan bahwa terdapat beberapa ketentuan Pidana Pemilu dalam proses pemutakhiran daftar pemilih ini agar menjadi perhatian bagi KPU dan jajarannya setelah proses penetapan DPT,” ucapnya.
Mengenai dugaan pelanggaran pidana Pemilu, dalam UU 7/2017 tentang Pemilu termuat dalam beberapa pasal yang diantaranya sebagai berikut:
- Pasal 488: Setiap Orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, dipidana dengan Pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak RP 12 juta.
Pemilu 2024
Dilaporkan Terkait Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024, KPU Disebut Langgar Lima Pasal Peraturan DKPP |
---|
Ketua KPU Klaim Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024 Tak Menyalahi Aturan dan Telah Diaudit BPK |
---|
KPU Akui Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024, Klaim Demi Efektivitas Pengawasan |
---|
Komisi II DPR RI Ungkap Pernah Ingatkan KPU Soal Penggunaan Private Jet: Tidak Pantas Itu |
---|
Komisi II DPR Minta KPU Kooperatif Terkait Dugaan Penyalahgunaan Private Jet |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.