Kenapa Orang Sekarang Gampang Baper? Ada Luka Lama yang Belum Sembuh
Baper atau sifat mudah tersinggung tidak selalu datang tiba-tiba. Ada banyak hal yang membentuknya, bahkan sejak seseorang masih kecil.
Penulis:
Aisyah Nursyamsi
Editor:
Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Istilah “baper” merupakan akronim frasa "terbawa perasaan" sudah menjadi bahasa gaul sehari-hari di Indonesia.
Singkatan dari bawa perasaan, kata ini biasanya disematkan kepada seseorang yang dianggap mudah tersinggung, bahkan untuk hal-hal kecil.
Namun, di balik candaan, fenomena baper ternyata punya akar yang lebih dalam, melibatkan faktor psikologis, pengalaman masa lalu, pola asuh, hingga pengaruh budaya dan media sosial.
Psikolog Hernita Wijayaratna, M.Psi., mengungkap bahwa sifat mudah tersinggung tidak selalu datang tiba-tiba.
Baca juga: Bisa Picu Risiko Kematian, Psikolog Bagikan Tips Atasi Kesepian Kronis
Ada banyak hal yang membentuknya, bahkan sejak seseorang masih kecil.
“Banyak faktor ya sebenarnya. Misalnya memang punya kepekaan yang tinggi, pengalaman masa lalu yang negatif, atau kurangnya keterampilan sosial sejak kecil,” jelas Hernita pada talkshow kesehatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan secara virtual, Jumat (15/10/2025).
Baper Bukan Sekadar Emosi Negatif
Dalam dunia psikologi, baper sering dikaitkan dengan munculnya emosi negatif seperti marah, sedih, atau bingung.
Semua orang punya emosi negatif maupun positif. Yang membedakan adalah cara mengelolanya.
Menurut Hernita, orang yang tingkat “cedera emosinya” rendah biasanya lebih cepat bereaksi terhadap pemicu, atau stimulus, yang mengganggu perasaan.
Hal ini membuat mereka cenderung reaktif berlebihan.
Misalnya, sebuah komentar yang sebenarnya netral bisa memicu dua reaksi berbeda.
Ada orang yang menanggapi dengan santai, bahkan sambil bercanda, tapi ada juga yang langsung tersinggung atau marah.
Di sinilah pengalaman masa lalu, pola asuh, dan nilai-nilai budaya berperan besar.
Seseorang yang pernah dibully atau direndahkan cenderung lebih sensitif terhadap situasi yang mirip dengan pengalamannya dulu.
Media Sosial: Arena Pemicu Baper
EQ, Faktor Penting yang Tak Terlihat di Rapor tapi Menentukan Masa Depan |
![]() |
---|
Cara Mengasah Potensi Anak dengan Down Syndrome: Hindari Stigma, Beri Ruang Ekspresi |
![]() |
---|
Apa Itu Inner Child? Psikolog Sebut Bisa Saja Kemungkinan Pengaruhi Arya Daru sebelum Tewas |
![]() |
---|
Psikolog Heran Arya Daru Burnout Sebelum Bunuh Diri: Kerja di Kemlu Indonesia Nggak Berat-berat Amat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.