Cenderaloka
Fashion Sheffa: Gaya Handmade yang Menjaga Tradisi di Tengah Arus Modernitas
Salah satu nilai utama Fashion Sheffa adalah proses produksinya yang masih sepenuhnya dikerjakan secara manual.
Editor:
Andra Kusuma
Proses pembuatan dimulai dengan memotong kain putih yang kemudian dibentuk menjadi pakaian seperti daster, celana, atau setelan.
Selanjutnya, kain diwarnai menggunakan teknik tie-dye, lalu dicuci dan dijemur hingga kering.
Yulia menerapkan dua teknik pewarnaan utama: satu dengan cara diikat seperti jumputan, dan satu lagi cukup dilipat tanpa ikatan lalu diberi warna.
Agar kualitas tetap terjaga, setiap proses dikerjakan oleh anggota keluarga sendiri.
Penjahitan dilakukan oleh kakaknya, sementara pewarnaan dan pencucian ditangani oleh pamannya semua sudah berpengalaman sejak dulu.
Tantangan: Sulitnya Mencari SDM yang Terampil
Meski masih dikelola sebagai usaha keluarga, Yulia mengaku tantangan terbesarnya adalah mencari tenaga kerja yang mau dan mampu menjalankan proses pewarnaan manual.
Teknik yang digunakan seperti penggunaan waterglass memerlukan tenaga ekstra.
Karena prosesnya melibatkan banyak tahap fisik seperti mencampur warna, mencelup, mencuci, dan menjemur, biasanya dibutuhkan tenaga laki-laki untuk menyelesaikannya.
Dalam seminggu, Fashion Sheffa bisa memproduksi sekitar 50–70 potong pakaian tergantung jumlah tenaga kerja yang tersedia.
Biasanya, produksi dikumpulkan terlebih dahulu lalu diwarnai secara massal untuk efisiensi.
Menyesuaikan Gaya dengan Pasar yang Lebih Luas
Awalnya, target pasar Fashion Sheffa adalah perempuan usia 35 tahun ke atas.
Namun kini, Yulia mulai memperluas pasar ke segmen anak muda.
Ia menghadirkan model seperti celana Aladdin yang cocok dipadukan dengan kaos santai.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.