DPD Dorong Amandemen Kelima UUD 1945, Peran Daerah Dinilai Perlu Diperkuat
Tegaskan peran daerah dan demokrasi hibrid dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
TRIBUNNEWS.COM – Peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kembali menjadi sorotan dalam diskusi bertajuk “Wewenang dan Pola Hubungan Antarlembaga Negara dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Anggota Badan Pengkajian MPR RI sekaligus Senator DPD RI, Dedi Iskandar Batubara, menilai lembaga legislatif khususnya DPD masih memerlukan penguatan kewenangan. Ia menyebut eksekutif saat ini berada pada posisi yang sangat kuat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
“Eksekutif kita hari ini sangat kuat. Bahkan dalam legislasi, pemerintah memiliki hak mengajukan, membahas, hingga menandatangani undang-undang. Karena itu, peran legislatif, termasuk DPD, harus diperjelas,” kata Dedi.
Usulan Amandemen Kelima UUD 1945
Dedi menegaskan, meski kewenangan DPD masih terbatas pada pengusulan rancangan undang-undang terkait daerah, DPD tetap konsisten mendorong amandemen kelima UUD 1945. Menurutnya, langkah ini penting untuk mempertegas sistem presidensial dan memperkuat posisi DPD sebagai kamar kedua parlemen.
“Seandainya legislasi yang berkaitan dengan daerah sepenuhnya menjadi kewenangan DPD, tentu hasilnya akan lebih baik. Anggota DPD setiap hari berada di daerah, sehingga paham betul kebutuhan dan persoalan yang ada,” ujarnya.
Ia menyebut DPD tetap bisa produktif dengan tiga strategi utama:
- Mendorong amandemen kelima UUD 1945 untuk memperkuat kewenangan.
- Mengoptimalkan fungsi pengawasan terhadap undang-undang, dana transfer, dan kebijakan daerah.
- Memperkuat kolaborasi agar program pemerintah di APBN benar-benar terealisasi di daerah.
“Walaupun kewenangan legislasi DPD saat ini sebatas mengusulkan, bukan berarti kami abai terhadap fungsi pengawasan. Justru di situlah peran penting DPD,” tegas Dedi.
Demokrasi Hibrid ala Indonesia
Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Skala Survei Indonesia (SSI), Abdul Hakim, yang hadir sebagai narasumber, menyebut perjalanan sistem ketatanegaraan Indonesia menunjukkan pola unik.
Menurutnya, meski secara konstitusi menganut sistem presidensial, praktik politik di Indonesia kerap berjalan berbeda dari konsep klasik. Ia mencontohkan masa Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 dan UUD Sementara 1950 yang sempat menganut sistem federal maupun parlementer, namun tidak bertahan lama.
Abdul Hakim menjelaskan, praktik demokrasi Indonesia kini lebih bercorak hibrid. Hal itu tampak dalam relasi sipil-militer pascareformasi, penerapan otonomi daerah, hingga absennya oposisi formal.
“Fungsi penyeimbang kerap diambil alih masyarakat sipil, media, lembaga independen, maupun gerakan mahasiswa. Inilah wajah demokrasi kita: hibrid, khas, hasil kompromi budaya, sejarah, dan politik bangsa. Demokrasi jalan ketiga ala Indonesia,” pungkasnya.
Baca juga: Genap 21 Tahun, DPD RI Kantongi 75 Persen Kepercayaan Publik dari Generasi Z hingga Milenial
DPD Luncurkan Program Senator Peduli Ketahanan Pangan Lewat Budidaya Jagung Berkelanjutan di Kupang |
![]() |
---|
DPD RI Luncurkan Program Ketahanan Pangan di Papua Tengah, Fokus Perkuat Pertanian Lokal |
![]() |
---|
Ketua DPD RI Canangkan Program Senator Peduli Ketahanan Pangan di Bengkulu |
![]() |
---|
Kebenaran di Simpang Jalan: Keberanian sebagai Etika Baru Berbangsa |
![]() |
---|
Ketua DPD RI Apresiasi Pidato Presiden Prabowo di SMU PBB, Sultan: Tegas Wujudkan Perdamaian Dunia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.