Minggu, 5 Oktober 2025

Menuju Graduasi, Warga Kulon Progo Mandiri Lewat Inovasi Pelepah Pisang

Di Kulon Progo, para penerima bantuan sosial dibekali pelatihan kerajinan dari pelepah pisang sebagai langkah menuju kemandirian atau graduasi.

Editor: Content Writer
dok. Kemensos
SEMANGAT BERDIKARI - Puluhan peserta pemberdayaan pelatihan limbah organik pelepah pisang menghadiri pelatihan dalam rangkaian acara HUT PSM ke- 50 di Balai Desa Kembang, Kulon Progo, Yogyakarta, pada Selasa (1/7/2025). Mereka merupakan penerima bantuan PKH dan sembako yang siap graduasi. 

TRIBUNNEWS.COM - Slogan “Bansos bersifat sementara dan berdaya selamanya” bukan sekadar kata-kata. Di Kulon Progo, Yogyakarta, para penerima bantuan sosial dibekali pelatihan kerajinan dari pelepah pisang sebagai langkah menuju kemandirian atau graduasi dari program.

Melalui pelatihan yang diberikan oleh instruktur berpengalaman, mereka memperoleh keterampilan yang mampu menghasilkan produk bernilai ekonomi. Tak hanya itu, akses pasar pun difasilitasi agar hasil karya mereka dapat terserap dan bernilai jual.

“Kami tidak datang membawa solusi instan. Kami mulai dari asesmen, melihat potensi lokal, lalu menjalin kemitraan dengan pihak yang siap membersamai. Di Kulon Progo, kami temukan warga yang antusias dan mitra usaha yang punya komitmen kuat untuk membeli produk hasil kerajinan mereka,” ujar Direktur Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dan Kewirausahaan Sosial, I Ketut Supena, melalui keterangan tertulis, Kamis (3/7/2025).

Lebih dari 50 keluarga penerima manfaat (KPM) berkumpul di Balai Desa Kembang, Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, duduk beralaskan karpet dalam suasana kebersamaan.

Di hadapan mereka, pelepah pisang kering yang semula tak bernilai telah bertransformasi menjadi berbagai produk kreatif, seperti tas anyaman, keranjang, hingga lembaran kertas bernilai estetis. Tatapan mata mereka memancarkan semangat baru, beralih dari sekadar penerima bantuan menjadi individu yang mampu menciptakan nilai tambah secara mandiri.

Di bawah spanduk bertuliskan “Kolaborasi Pemberdayaan bagi Kelompok Rentan”, para peserta pelatihan menjadi saksi hidup wujud nyata transisi dari pola perlindungan sosial berbasis bantuan menjadi pendekatan berbasis pemberdayaan yang berkelanjutan dan adaptif terhadap potensi lokal.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program pemberdayaan sosial Kementerian Sosial RI bekerja sama dengan Yayasan Kreatif Usaha Mandiri Alami (Kumala) dan Murakabi Craft, pelaku usaha sosial berbasis kerajinan ramah lingkungan. 

I Ketut Supena menegaskan bahwa pemilihan pelepah pisang sebagai bahan baku bukanlah kebetulan. Justru karena dianggap tidak lagi bernilai setelah panen, pelepah pisang menjadi simbol bahwa limbah bisa berubah menjadi sumber kehidupan, jika dikelola dengan pendekatan yang tepat.

Peserta pelatihan merupakan penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sembako yang sedang dipersiapkan untuk graduasi. Melalui kegiatan ini, mereka tidak hanya mendapat keterampilan teknis, tetapi juga pengetahuan pasar, inovasi desain, dan motivasi untuk mandiri.

Baca juga: Penyaluran Bansos Triwulan II per 1 Juli 2025 Capai 80 Persen, Kemensos: Ada 3 Juta KPM Belum Terima

Salah satu momen yang mencuri perhatian adalah ketika seorang ibu rumah tangga menunjukkan hasil karya pertamanya—sebuah keranjang anyaman dengan detail rapi. “Saya bangga, ini pertama kali saya bikin dan langsung dibeli!” ujar Sutini, lalu tersenyum lebar. 

Peserta lain menyebut dalam sehari bisa menyelesaikan 10 kerajinan yang dihargai Rp70.000 per buah. Bahkan, kertas pelepah pisang hasil produksi warga dibeli dengan harga Rp5.000–8.000 per lembar, tergantung ukuran.

Dalam kegiatan tersebut, tampak jajaran narasumber dari Kemensos, Kumala, dan Murakabi Craft duduk di depan bersama peserta, memegang hasil karya yang ditata secara apik. Kesan santai namun produktif terasa jelas, dengan tumpukan keranjang alami yang menghiasi panggung.

Kehadiran Murakabi Craft sebagai salah satu mitra dunia usaha memberikan kekuatan tambahan. Murakabi tak hanya menjadi pelatih, tetapi juga pembeli hasil produksi, bahkan membantu pemasaran produk ke pasar domestik dan luar negeri.

“Kami percaya bahwa limbah organik punya potensi ekonomi luar biasa. Kami tidak ingin warga hanya belajar, tapi juga langsung mendapatkan penghasilan. Itu sebabnya setiap produk yang mereka buat, kami beli dan bantu pasarkan,” tutur Othman, manajer marketing Murakabi Craft.

Sebagai informasi, Murakabi Craft juga menerima hasil karya limbah pelepah pisang dari desa binaan Kemensos di Lumajang, Jawa Timur, yang kini memproduksi tali dari pelepah pisang. Pola ini terbukti mengurangi angka pengangguran dan mendorong partisipasi perempuan dalam ekonomi keluarga.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved