Tantangan Utama Pasien Transplantasi Ginjal di Indonesia, Akses, Biaya dan Obat
Transplantasi ginjal memberi harapan baru pasien gagal ginjal, namun setelahnya memerlukan perjalanan yang panjang.
Penulis:
Rina Ayu Panca Rini
Editor:
Anita K Wardhani
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Transplantasi ginjal memberi harapan baru pasien gagal ginjal, namun setelahnya memerlukan perjalanan yang panjang.
Hal ini yang dirasakan Toni Richard Samosir, pasien gagal ginjal yang telah melakukan prosedur tersebut.
Baca juga: Pasien Batu Ginjal di Batang Trauma usai Salah Diagnosa HIV, Diduga Malapraktik
Toni menyatakan, pasien harus membutuhkan layanan cepat, rutin dan berkelanjutan karena tidak jarang pasien harus menunggu tahunan sebelum mendapatkan donor ginjal yang cocok.
Jika setelah transplantasi tidak mendapat penanganan yang tepat termasuk akses terhadap obat-obatan yang tidak tepat, maka prosedur ini tidak akan memperbaiki kualitas hidup pasien secara jangka panjang.
“Akses layanan kesehatan yang mudah dan cepat untuk pasien pasca-transplantasi ini agar tidak ada keterlambatan diagnosis, pengobatan, serta kontrol rutin, guna mencegah komplikasi,” kata dia kegiatan side event Hospital Expo 2025 yang digelar Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) di ICE BSD, Tangerang, Jumat (26/9/2025).
Baca juga: Transplantasi Ginjal Tak Mengurangi Kualitas Hidup Pendonor, Ini Penjelasan Spesialis Urologi
Dalam hal mendapatkan pelayanan, pasien cenderung memilih rumah sakit dengan akses yang mudah, antrian singkat, dan pelayanan cepat.
Namun di sisi lain, rumah sakit menghadapi dilema antara tingginya biaya operasional dan keterbatasan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Di kesempatan yang sama, Ketua Indonesian Transplant Society (InaTS) Dr. dr. Maruhum Bonar H. Marbun memaparkan, saat melakukan operasi transplantasi maka dibutuhkan dua ruangan operasi, dimana satu ruang untuk mengambil organ, satu ruangan lain untuk melakukan transplantasi.
“Minimal dua kali operasi, ini harus disediakan RS. Jika mengalami komplikasi pasca operasi maka pasien membutuhkan perawatan lama di-ICU, ini yang masalah, jika infeksi bisa berminggu-minggu. Sehingga RS harus melakukan subsidi silang,” kata dia.
Kemudian, pengobatan juga jangka panjang bahkan seumur hidup, ditambah lagi tidak semua obat bisa ditanggung oleh JKN.
“RS juga harus membayar untuk memeriksakan kadar takrolimus darah, dengan skema ini bagaimana RS bisa survive,” jelas dia.
Transplantasi memberikan harapan baru karena pasien tetap produktif, memiliki kualitas hidup yang baik, dan dapt menjalankan rutinitas sehari-hari tanpa harus memiliki ketergantungan dengan fasilitas rumah sakit hingga alat.
Kondisi yang disampaikan oleh pasien dan dokter ini diamini oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Direktur Pengembangan Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes RI Dr. Yanti Herman, mengatakan, ada berbagai tantangan pelayanan transplantasi organ saat ini di Indonesia.
Sepertinya ketersediaan donor yang terbatas sehingga waktu tunggu lama hingga mahalnya pelayanan transplantasi organ.
Dengan demikian diperlukan kolaborasi dari Kemenkes, BPOM, RSUPN Cipto, komunitas pasien, dan organisasi profesi untuk membuat roadmap nasional program transplantasi yang berkelanjutan, etis, dan terjangkau.
Melalui kolaborasi lintas sektor, diharapkan tercipta sistem layanan transplantasi ginjal yang lebih baik untuk pasien dan sistem kesehatan Indonesia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.