Jumat, 3 Oktober 2025

Top Rank

10 Penyakit yang Belum Bisa Disembuhkan: Diabetes hingga Sindrom Orang Kaku

Inilah 10 penyakit yang masih belum bisa disembuhkan. Beberapa obat yang ada hanya untuk mengurangi gejalanya saja.

Pexels
DAFTAR PENYAKIT - Ilustrasi seseorang meminum obat diunduh dari Pexels. Inilah 10 penyakit yang masih belum bisa disembuhkan, beberapa obat yang ada hanya untuk mengurangi gejalanya saja. 

Deteksi dini dan perawatan yang tepat dapat mengurangi dampaknya secara signifikan, tetapi kerusakan ginjal tidak dapat dipulihkan.

Upaya untuk Benar-benar Bisa Menyembuhkan HIV

HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit yang paling dicari obatnya.

Mengutip The Conversation, selama tiga dekade terakhir telah terjadi kemajuan luar biasa dalam pengobatan dan pencegahan HIV.

Saat ini, HIV merupakan infeksi yang dapat ditangani.

Seseorang dengan HIV yang rutin mengonsumsi obat sebelum sistem kekebalan tubuhnya melemah dapat berharap hidup hampir sama lamanya dengan orang tanpa HIV.

Obat yang sama juga mencegah penularan virus ke pasangan seksual.

Meski begitu, hingga kini masih belum ada vaksin HIV yang efektif.

Namun, tersedia obat yang sangat manjur untuk mencegah infeksi HIV bagi orang tanpa HIV tetapi berisiko tinggi tertular.

Obat-obatan ini dikenal sebagai profilaksis pra-pajanan atau PrEP.

PrEP tersedia dalam bentuk pil yang diminum setiap hari atau sesuai kebutuhan.

Baru-baru ini, sebuah suntikan yang mampu melindungi dari HIV selama enam bulan telah disetujui di Amerika Serikat.

Meskipun pengobatan HIV dan PrEP sangat efektif, para peneliti masih mencari pengobatan yang benar-benar bisa menyembuhkan HIV.

Sebab, akses terhadap obat HIV dan PrEP bergantung pada ketersediaan klinik kesehatan, tenaga medis, serta sarana untuk menyediakan dan mendistribusikan obat tersebut.

Di sejumlah negara, infrastruktur ini masih rapuh.

Misalnya, pada awal tahun ini, pembubaran program bantuan luar negeri USAID oleh Presiden AS Donald Trump mengancam pasokan obat HIV ke banyak negara berpenghasilan rendah.

Hal ini menunjukkan betapa rentannya pendekatan pengobatan dan pencegahan yang ada saat ini.

Pasokan obat HIV yang aman dan berkelanjutan sangat dibutuhkan. Tanpanya, nyawa akan melayang dan jumlah kasus baru HIV akan meningkat.

Contoh lain adalah suntikan PrEP enam bulanan yang baru saja disetujui di AS.

Obat ini berpotensi besar mengendalikan HIV jika tersedia dan terjangkau di negara-negara dengan beban HIV tertinggi.

Namun, prospeknya di negara-negara berpenghasilan rendah masih tidak pasti.

Padahal, menurut sejumlah peneliti, obat ini sebenarnya dapat diproduksi dengan biaya jauh lebih murah dibanding harga saat ini.

Jadi, meskipun obat HIV dan PrEP merupakan terobosan penting, sistem layanan kesehatan yang rapuh dan tingginya biaya obat membuat dunia tidak bisa sepenuhnya mengandalkan keduanya untuk mengakhiri pandemi HIV global.

Karena itulah, para ilmuwan tetap perlu mempertimbangkan pilihan lain.

Orang-orang yang “Sembuh” dari HIV

Di seluruh dunia, setidaknya tujuh orang dilaporkan “sembuh” dari HIV – atau setidaknya mengalami remisi jangka panjang.

Artinya, setelah menghentikan pengobatan, mereka tidak lagi memiliki HIV yang bereplikasi dalam darah selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.

Dalam setiap kasus, penderita HIV juga mengidap kanker yang mengancam jiwa sehingga membutuhkan transplantasi sumsum tulang.

Mereka dipasangkan dengan donor yang memiliki variasi genetik tertentu yang membuat sel-sel sumsum tulang tidak memiliki reseptor HIV.

Setelah transplantasi, penerima menghentikan pengobatan HIV dan virus tetap tidak terdeteksi.

Sel imun baru yang terbentuk dari sumsum tulang donor tidak memiliki reseptor HIV, sehingga virus tidak bisa menginfeksi dan bereplikasi.

Namun, variasi genetik ini sangat langka.

Selain itu, transplantasi sumsum tulang berisiko tinggi dan membutuhkan banyak sumber daya.

Karena itu, meski strategi ini berhasil pada segelintir orang, cara ini bukan solusi yang dapat diterapkan secara luas untuk menyembuhkan HIV.

Peneliti masih perlu terus mencari pendekatan lain, termasuk penelitian dasar di laboratorium.

Terobosan-Terobosan

Pengobatan HIV saat ini bekerja dengan menghentikan replikasi virus yang merusak sistem kekebalan.

Namun, ada bagian-bagian tubuh tempat HIV bisa “bersembunyi” sehingga tidak terjangkau obat-obatan.

Jika pengobatan dihentikan, HIV laten ini akan keluar dari persembunyian dan kembali bereplikasi, merusak sistem kekebalan serta menimbulkan penyakit terkait HIV.

Salah satu pendekatan adalah memaksa HIV yang tersembunyi tersebut keluar ke permukaan agar dapat ditargetkan obat.

Strategi ini disebut “kejut dan bunuh”.

Contohnya, penelitian di Australia baru-baru ini dilaporkan sebagai “terobosan” dalam pencarian obat HIV.

Para peneliti di Melbourne mengembangkan nanopartikel lipid – bola lemak kecil – yang membungkus RNA pembawa pesan (mRNA) untuk dikirimkan ke sel darah putih yang terinfeksi.

Nanopartikel ini membuat sel-sel tersebut mengekspresikan HIV yang sebelumnya bersembunyi.

Secara teori, hal ini memungkinkan sistem kekebalan atau obat-obatan HIV untuk menargetkan virus tersebut.

Temuan ini merupakan langkah penting, tetapi masih dalam tahap uji laboratorium.

Begitu pula dengan berbagai hasil penelitian lain yang kerap digembar-gemborkan sebagai kemajuan menuju penyembuhan HIV.

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai keamanan dan efektivitas sebelum bisa diuji dalam uji klinis pada manusia.

Uji coba semacam itu dimulai dalam skala kecil dan biasanya memakan waktu bertahun-tahun.

Langkah ini, meski lambat dan mahal, tetap penting.

Setiap pengobatan di masa depan harus berteknologi rendah agar bisa diterapkan dan terjangkau di negara-negara berpenghasilan rendah.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved