Program Makan Bergizi Gratis
Analisa Matematika Penyebab Keracunan MBG, Interval Waktu Bakteri Berkembang hingga Makanan Basi
Bagaimana bisa terjadi keracunan MBG? Ahli matematika dari Universitas 11 Maret (UNS) Surakarta,DR Sutanto Sastraredja mengungkap analisisnya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ribuan kasus keracunan makananan pada menu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disajikan terjadi di berbagai daerah. Bagaimana hal ini bisa terjadi?
Diantara kasus keracunan MBG ini ditemukan makanan dalam kondisi basi atau rusak saat diterima siswa.
Baca juga: Ribuan Keracunan Selama 9 Bulan MBG Dilaksanakan, Ini Jumlah Korban Versi Istana, BGN, dan JPPI
Bukti makanan MBG basi hingga memicu keracunan ini mengutip Survei CISDI & KPAI (Juli–Agustus 2025)
1.624 responden siswa dari 12 provinsi diketahui 583 siswa (ekitar 35,9 persen) menyatakan pernah menerima makanan basi atau rusak.
Banyak keluhan dari berbagai daerah jika nasi basi, sayur bayam asam, lauk berbau.
Bahkan di Cianjur, Garut, Banggai Kepulauan: Gejala keracunan muncul setelah konsumsi makanan berkuah santan, ikan saus, dan sayur mentah.
Tentu secara kelayakan, kondisi makanan ini tak layak konsumsi.
“Makanan basi itu bukan makanan yang layak untuk dimakan. Dampaknya bisa menimbulkan sakit perut, keracunan, hingga infeksi,"kata dr. Tan Shot Yen dikutip dari Kompas.com.
Analisa Matematika Makanan Basi hingga Picu Keracunan MBG
Bagaimana bisa makanan basi ini terjadi? Ahli matematika dari Universitas 11 Maret (UNS) Surakarta,DR Sutanto Sastraredja mengungkap analisisnya.
Sutanto Sastraredja adalah seorang akademisi dan matematikus asal Solo yang mengajar di Universitas Sebelas Maret (UNS). Ia lahir pada 2 Maret 1971 dan memiliki latar belakang pendidikan yang kuat di bidang matematika terapan dan pengembangan ekonomi, termasuk gelar doktor dari Université Bordeaux di Prancis.
"Hanya butuh 8 jam bakteri berkembang biak dan bikin basi makanan gratis yang disajikan untuk siswa di siang hari," demikian tulis Sutanto Sastraredja dikutip dari instagramnya.
Dosen Fakultas MIPA / S-1 Matematika UNS ini memajang sebuah foto grafik pertumbuhan bakteri.

Dari grafik tersebut dapat dijelaskan jika makanan bisa aman maka ada syaratnya.
"Kalau disimpan di suhu agak dingin bisa 20 jam aman," sambungnya.
Ahli matematika lulusan Université Catholique de l’Ouest d’Angers, Prancis ini pun seolah menyoroti maraknya keracunan MBG yang jumlahnya ribuan.
"Sudah 5000 siswa lho....menjelaskan dg grafik," imbuhnya.
Saat dihubungi Tribunnews.com, Sutanto Sastraredja merincikan, grafik ini dibuat berdasar model matematika logistik.
Grafik ini membuat simulasi pertumbuhan koloni bakteri pada 3 suhu dan kelembaban berbeda.
Bakteri akan berkembang biak dihitung berbasis jumlah koloni, jika suhu dan kelembabannya mendukung.
"Suhu yang panas dan kelembaban tinggi akan mempercepat tumbuhnya bakteri dalam makanan.
Jika jumlahnya koloni bakteri melebihi batas ambang maka makanan basi," paparnya kepada Tribunnews.com.

Dengan kata lain, jika makanan dimasak dan dihidangkan dalam interval waktu yang lama dan tidak dikondisikan pada suhu dan kelembaban yang rendah maka makanan akan cepat basi.
"Masaknya harus higienis, ruang penyimpanan dan pengantaran (mobil delivery) musti berada pada suhu dan kelembaban yang rendah," jelasnya lagi.
Sutanto menganalisis, karena porsi MBG banyak yg harus disiapkan, maka butuh waktu lama untuk menyiapkan makanan.
"Membiarkan waktu yang lama sampai disantap jam 12 siang adalah waktu untuk bakteri berkembang biak, dan akan jauh lebih cepat berkembang jika makanan tersebut berada pada suhu dan kelembaban tinggi.
Maka jumlah koloni bakteri tsb akan melebihi ambang batas yang ada dalam makanan, sehingga makanan disebut basi," pungkasnya.
Sikap Pemerintah

Istana Tegaskan Pemerintah Tidak Tone Deaf Dalam Kasus Keracunan MBG
Istana melalui Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari mengatakan bahwa pemerintah tidak buta dan tuli terhadap sejumlah kasus keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Menurutnya sejumlah lembaga pemerintah mencatat kasus keracunan MBG, mulai dari Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), maupun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Masyarakat harus tahu bahwa pemerintah itu tidak buta dan tuli, alias tone deaf," katanya.
Menurut Qodari hasil kajian BPOM, puncak kejadian keracunan terjadi pada Agustus 2025, dengan sebaran terbanyak di Jawa Barat. Adapun penyebab utama keracunan tersebut diantaranya adalah higienitas makanan, suhu dan ketidaksesuaian pengolahan pangan, kontaminasi silang, serta indikasi alergi pada penerima manfaat.
“Ini contoh bahwa pemerintah tidak tone deaf, tidak buta dan tuli. Pak Mensesneg kan sudah merespon juga kan, Jumat kemarin kan, mengakui adanya itu minta maaf dan akan evaluasi. Ini saya tambahkan data-datanya,” pungkasnya.
BGN Bentuk Tim Investigasi
Badan Gizi Nasional (BGN) melalui Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang menyatakan pihaknya akan membentuk tim khusus untuk menginvestigasi kasus dugaan keracunan siswa yang mengonsumsi program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah daerah.

“Investigasi ini berkait dengan yang ramai sekarang adalah kasus dugaan, saya sebut dugaan karena belum tentu semua yang bermasalah atau keracunan. Jadi saya akan membentuk tim investigasi untuk masalah yang diduga keracunan dan juga tim investigasi di bidang menu makanan atau dapur,” katanya dalam konferensi pers di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).
Nanik melanjutkan, keberadaan tim investigasi ini diharapkan bisa menjadi second opinion dalam mengusut dugaan keracunan MBG, seiring pemeriksaan yang juga dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dia menjelaskan, proses investigasi akan mencakup penelusuran mulai dari bahan baku, proses memasak, hingga pemeriksaan sampel makanan yang disimpan oleh dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Menurut Nanik, tim investigasi kejadian luar biasa dari proyek mercusuar pemerintah ini akan dibentuk pada pekan ini dan segera turun langsung mengecek kondisi di lapangan.
“Tim investigasi akan kami bentuk terdiri dari ahli kimia, farmasi, dan juga dari teman-teman yang mempunyai profesi di bidang kesehatan. Jadi ini untuk mempercepat temuan sambil menunggu BPOM, supaya masyarakat segera mendapatkan jawabannya,” ucapnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.