Sabtu, 4 Oktober 2025

Orang Stres Makin Banyak, Skizofrenia Jadi Penyakit Jiwa Terbanyak Diderita Warga RI

Skizofrenia menempati jumlah kasus penyakit terbanyak pertama di Indonesia yaitu 7,5 juta dan biaya yang ditanggung BPJS Kesehatan tembus Rp3,5 T

Penulis: willy Widianto
Editor: Erik S
Tribunnews/Willy Widianto
SKIZOFRENIA BERBAHAYA - Acara Media Workshop di Rumah Sakit Jiwa Daerah, dr Arif Zainuddin di Surakarta, Jawa Tengah, Selasa(16/9/2025). (kiri hijab oranye) Plt. Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainudin, Wahyu Nur Ambarwati,  Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti dan Psikolog KlinisTara de Thouars. Kasus gangguan kesehatan mental belakangan ini meningkat tajam di Indonesia. Bahkan pasien yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Jiwa meningkat tajam. Skizofrenia menjadi penyakit kejiwaan yang paling banyak diderita masyarakat di Indonesia 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus gangguan kesehatan mental belakangan ini meningkat tajam di Indonesia. Bahkan pasien yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit jiwa meningkat tajam. Skizofrenia menjadi penyakit kejiwaan yang paling banyak diderita masyarakat di Indonesia. 

Skizofrenia adalah gangguan mental kronis dan berat yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam berpikir, merasakan, dan berperilaku, sehingga mengalami distorsi realitas seperti halusinasi (melihat/mendengar sesuatu yang tidak nyata) dan delusi (keyakinan salah yang kuat). Gejalanya meliputi gangguan berpikir, perubahan perilaku, menarik diri dari sosial, dan kesulitan membedakan kenyataan dari khayalan. 

"Sekarang jumlah orang stress meningkat terus," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti saat acara Media Workshop di Rumah Sakit Jiwa Daerah, dr Arif Zainuddin di Surakarta, Jawa Tengah, Selasa(16/9/2025).

Baca juga: Kisah Warga Biasa Dapat Amnesti dari Presiden Prabowo: Menangis hingga Sakit Skizofrenia

Data dari BPJS Kesehatan Skizofrenia menempati jumlah kasus penyakit terbanyak pertama di Indonesia. Jumlah kasusnya sebanyak 7,5 juta dan biaya yang ditanggung BPJS Kesehatan tembus Rp3,5 triliun.

Kelompok dengan gangguan ansietas atau kecemasan menduduki peringkat kedua dengan 3,2 juta kasus dengan biaya yang ditanggung BPJS Kesehatan tembus Rp 693,30 miliar.

Menurut Ali Gufron banyak faktor penyebab mengapa banyak warga di Indonesia mengidap Skizofrenia. Kata dia penyakit jiwa tersebut bisa berasal dari genetik.

"Jadi kalau ada bapaknya, atau kakeknya Skizofrenia maka bisa jadi kena. Tekanan ekonomi juga ada," ujarnya.

Mirisnya, penyakit jiwa Skizofrenia ini juga menyerang tidak hanya orang dewasa saja. Anak-anak juga ada yang terkena penyakit tersebut.

"Anak-anak juga ada umur 12 tahun," kata dia.

Terkait daerah klaim terbesar pelayanan kesehatan mental program BPJS Kesehatan, Provinsi Jawa Tengah menempati posisi pertama dengan 3,5 juta kasus klaim kasus kesehatan mental. Diikuti selanjutnya provinsi Jawa Barat dengan 2,8 juta kasus dan Jawa Timur dengan 1,9 juta kasus.

Plt. Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainudin, Wahyu Nur Ambarwati mengatakan Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat dan ada jenisnya. Gangguan kesehatan mental ini termasuk chronic disease dan pasien harus rutin kontrol dan konsumsi obat.

Baca juga: Jangan Tunda Konsultasi dan Terapi, Gangguan Bipolar dan Skizofrenia Tak Bisa Diabaikan

"Konsumsi obat untuk stabilkan neurotransmiter dopamin karena ketaatan minum obat menjadi salah satu pasien case di luar sana," ujarnya.

Wahyu juga menambahkan saat ini juga banyak kasus-kasus baru Skizofrenia bermunculan. Untuk itulah harus edukasi early diagnosis.

"Harus dilakukan kalau ada gejala awal seperti mulai cemas ringan, halusinasi. Jangan menunggu sampai gejala berat harus perlu intervensi awal," ujar Wahyu.

Pada kesempatan yang sama, Psikolog Klinis Tara de Thouars mengatakan data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan 1 dari 10 orang Indonesia mengalami masalah mental, dan terdapat 72,4 persen karyawan yang disurvei juga mengaku mengalami masalah mental.

Angka percobaan bunuh diri bahkan mencapai 10 kali lipat dibandingkan kasus bunuh diri yang tercatat setiap bulan. Bahkan survei Indonesia National Mental Health yang dilakukan pada tahun 2024 menunjukkan data bahwa sebanyak 39,4 persen remaja mengalami masalah mental dan setiap tahun meningkat 20 hingga 30 persen.

Ia menjelaskan bahwa pemicu timbulnya masalah kesehatan mental ini antara lain, tingkat stres yang tinggi, persaingan ketat di dunia kerja, masalah ekonomi, fear of missing out (fomo) terhadap sesuatu, sandwich generation, hingga tekanan dari media sosial.

"Tekanan ini memengaruhi kondisi emosi, pikiran, dan perilaku sehingga menghambat fungsi kehidupan sehari-hari. Sayangnya, stigma negatif masih kuat melekat di masyarakat, di mana orang dengan gangguan jiwa sering dicap sebagai lemah, kurang bersyukur, atau bahkan dianggap aib. Stigma ini membuat banyak individu memilih menyembunyikan masalahnya dan enggan mencari pertolongan," tambahnya.

Baca juga: Hartanya Digugat, Kakak Atiqah Hasiholan Idap Skizofrenia, Bisakah Gangguan Kejiwaan Ini Sembuh?

Tara mengimbau untuk tidak memberi label negatif kepada pengidap kesehatan mental, karena akan membuat orang takut untuk mencari bantuan. Selain itu, berhenti menormalisasi gangguan mental sebagai hal biasa dan menganggap masalah mental sebagai sesuatu yang keren atau istimewa, karena membuat masalah tidak tertangani. Menurutnya, yang harus dinormalisasi adalah mencari bantuan profesional dan menemui psikolog atau psikiater.

“Sebelum kita mengharapkan keadaan menjadi lebih baik untuk diri sendiri dan orang sekitar, mulailah dengan menjaga kesehatan mental, karena tanpa kesehatan mental, apapun tidak akan ada artinya," ucap Tara.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved