Rendahnya Deteksi Dini Jadi Penyebab Utama Tingginya Angka Kematian Akibat Kanker Payudara
Meski kemajuan medis berkembang pesat, kanker payudara tetap menjadi penyebab kematian kanker tertinggi pada perempuan Indonesia.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kanker payudara masih menjadi salah satu penyakit mematikan yang terus membayangi perempuan Indonesia.
Meski kemajuan medis berkembang pesat, penyakit ini tetap menjadi penyebab kematian kanker tertinggi pada perempuan Indonesia.
Data Global Cancer Observatory 2022 menunjukkan, terdapat 66.271 kasus baru kanker payudara atau sekitar 16,2 persen dari total 408.661 kasus kanker di Indonesia.
Baca juga: Anak Sulung Mpok Alpa Akui Tahu sang Ibu Idap Kanker Payudara dari ART
Angka tersebut menjadikan kanker payudara berada di posisi pertama penyebab kematian akibat kanker pada perempuan, melampaui kanker serviks dan ovarium.
Tingginya jumlah kasus ini menegaskan bahwa kanker payudara masih menjadi ancaman serius, bukan hanya dari sisi kesehatan, tetapi juga sosial dan ekonomi.
Menurut dr Agus Jati Sunggoro, Sp.PD-KHOM, FINASIM, dari Universitas Sebelas Maret, faktor terbesar tingginya angka kematian terletak pada rendahnya deteksi dini.
“Banyak pasien baru datang ketika kanker sudah stadium 3 atau 4, yang dipicu rasa takut, malu, hingga kurangnya kesadaran untuk melakukan pemeriksaan sejak awal,” ujarnya, Jumat (5/9/2025).
Padahal, pemerintah melalui BPJS Kesehatan telah menyediakan program skrining gratis kanker, termasuk kanker payudara.
Namun, menurut dr. Agus, program ini perlu diperkuat dengan langkah konkret seperti peningkatan kapasitas tenaga medis di layanan primer, distribusi pelatihan hingga pelosok daerah dan kampanye edukatif yang konsisten untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya deteksi dini.
Ditambahkan, perkembangan medis global telah menghadirkan berbagai terapi inovatif untuk kanker payudara.
Baca juga: Lestari Moerdijat Dorong Kolaborasi Nasional Kendalikan Kanker Payudara
Salah satunya adalah Trastuzumab, yang sudah masuk Formularium Nasional (FORNAS). Namun, obat ini baru ditanggung BPJS untuk pasien stadium lanjut.
Lebih jauh lagi, obat generasi terbaru seperti Trastuzumab Deruxtecan (T-DXd) terbukti efektif memperpanjang harapan hidup pasien kanker payudara tipe HER2-low.
"Sayangnya, obat ini belum masuk cakupan BPJS sehingga hanya bisa diakses oleh pasien yang memiliki kemampuan finansial tinggi," katanya.
Kondisi ini menimbulkan kesenjangan dalam akses pengobatan.
Pasien dengan kemampuan finansial rendah seringkali tidak dapat menikmati manfaat dari kemajuan medis terbaru.
Belajar dari Negara Tetangga
Jika dibandingkan, sistem kesehatan Indonesia masih tertinggal dari negara tetangga. Singapura dan Malaysia sudah menerapkan model pengobatan kolaboratif lintas spesialisasi sehingga pasien mendapat perawatan lebih komprehensif.
Di Indonesia, pendekatan ini belum banyak diterapkan.
Baca juga: Suami Mpok Alpa Cerita Penyakit yang Diidap Istri, Sebut Sel Kanker Payudara Sudah Menyebar ke Paru
Dari sisi anggaran, Indonesia juga tertinggal. Pada 2025, anggaran kesehatan diperkirakan hanya 5–6?ri APBN. Sementara itu, Malaysia sudah mengalokasikan lebih dari 10?n Singapura bahkan mencapai di atas 16%.
“Tanpa sistem kesehatan yang solid dan kolaboratif, sulit bagi Indonesia mengejar ketertinggalan,” kata Agus.
Suara Penyintas: Kemajuan Ada, Tapi Biaya Masih Berat
EMR (56), penyintas kanker payudara sejak 2010, menilai bahwa penanganan kanker di Indonesia sudah jauh lebih baik dibandingkan 15 tahun lalu.
Kini tersedia fasilitas lebih lengkap seperti PET Scan, terapi target, hingga dukungan komunitas pasien yang memberikan edukasi serta ruang berbagi pengalaman.
Namun, menurutnya, biaya pengobatan masih menjadi kendala besar.
“PET Scan dan terapi target masih memberatkan karena belum sepenuhnya ditanggung BPJS. Kami berharap ke depan pengobatan bisa lebih terjangkau,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya komunikasi yang lebih baik dari tenaga medis.
“Bagi pasien, informasi yang jelas dan sikap yang hangat dari dokter sangat membantu kami lebih tenang menjalani pengobatan,” tambahnya.
Dokter: Kanker Serviks Bukan Penyakit Main-main dan Sangat Berbahaya |
![]() |
---|
Asuransi-Tabungan Ludes, Aji Darmaji Jawab Kabar Rumah Peninggalan Mpok Alpa Ikut Terjual? |
![]() |
---|
Ribuan Perempuan Meninggal Akibat Kanker Serviks, Revaksinasi HPV Jadi Kunci |
![]() |
---|
Anak Sulung Mpok Alpa Akui Tahu sang Ibu Idap Kanker Payudara dari ART |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.