Tiga Kesalahan Saat Memberi Makan pada Bayi Bisa Sebabkan Stunting dan Kematian
Sekitar 100 gram hati ayam mengandung 10 mg zat besi, hampir memenuhi seluruh kebutuhan harian bayi. Masih banyak orang tua memberi MPASI menu tunggal
Penulis:
Aisyah Nursyamsi
Editor:
willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah tradisi pemberian makanan pada bayi yang masih dilakukan di Indonesia ternyata berisiko membahayakan kesehatan si kecil. Mulai dari pemberian madu sejak lahir, makanan padat sebelum usia 6 bulan hingga penundaan protein hewani.
Baca juga: Tips Praktis Siapkan MPASI Si Kecil saat Mudik
Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr Winra Pratita, Sp.A, M.Ked(Ped) menegaskan, rekomendasi medis sebaiknya menjadi acuan utama orang tua demi mencegah masalah gizi, stunting, hingga risiko kematian pada bayi. Di beberapa daerah, madu dioleskan ke langit-langit mulut bayi sesaat setelah lahir. Tradisi ini dipercaya dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi.
Padahal, rekomendasi medis justru melarang pemberian madu pada anak di bawah usia 1 tahun. Madu mengandung bakteri Clostridium botulinum yang dapat meningkatkan risiko infant botulism.
"Saluran cerna bayi belum matang sehingga rentan terinfeksi. Jika terinfeksi, dapat menyebabkan kelemahan otot, sulit bernapas, bahkan kematian,” kata dr Winra pada webinar virtual yang diselenggarakan oleh IDAI, Selasa (12/8/2205).
Tradisi lain adalah memberikan makanan padat pada bayi di bawah usia 6 bulan, biasanya karena orang tua merasa ASI tidak cukup. Padahal, menurut rekomendasi WHO dan IDAI, makanan padat baru boleh diberikan ketika bayi berusia 6 bulan.
Baca juga: Stunting Turut Dipengaruhi Kesehatan Mental Ibu, Bapanas Ingatkan Pentingnya MPASI
“Sistem pencernaan bayi belum sepenuhnya matang sebelum usia itu. Pemberian terlalu dini bisa menyebabkan diare, alergi bahkan tersedak,” tegasnya.
Tanda bayi siap menerima MPASI antara lain kepala sudah tegak, refleks menjulurkan lidah sudah hilang serta mulai tertarik dengan makanan di sekitarnya.
Masih banyak orang tua memberi MPASI menu tunggal, seperti hanya pisang atau bubur tanpa protein hewani. Padahal, kebutuhan gizi bayi tidak akan terpenuhi.
“Pisang misalnya, zat besinya hanya 0,2 mg, sementara kebutuhan bayi usia 6 bulan adalah 11 mg. Menu tunggal berisiko menyebabkan gagal tumbuh, stunting, dan malnutrisi,” ujarnya.
Protein hewani seperti daging, ikan, telur, dan hati ayam harus diberikan setiap hari sejak usia 6 bulan. “Protein hewani adalah sumber asam amino esensial lengkap, vitamin B12, vitamin D, zinc, dan zat besi. Zat besi dari MPASI menyumbang 90 persen kebutuhan bayi, kalau kurang bisa menyebabkan anemia defisiensi besi dan gangguan kognitif,” jelasnya.
Beberapa masyarakat menunda pemberian telur hingga usia 1 tahun karena takut alergi atau menghindari hati ayam karena dianggap beracun. Padahal, telur dan hati ayam justru kaya nutrisi.
Sekitar 100 gram hati ayam mengandung 10 mg zat besi, hampir memenuhi seluruh kebutuhan harian bayi. Ia menegaskan, tradisi boleh dijaga selama tidak membahayakan.
Baca juga: Ibu Pekerja yang Tak Memiliki Akses Laktasi, Anaknya Terancam Malnutrisi
“Yang penting, orang tua harus menyesuaikan dengan rekomendasi medis agar anak tumbuh sehat, cerdas, dan terhindar dari risiko penyakit di kemudian hari,” pungkasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.