Rabu, 1 Oktober 2025

Dokter PPDS Rudapaksa Anak Pasien

Obat Anestesi Diduga Disalahgunakan untuk Pelecehan, BPOM Inspeksi ke Unit Farmasi RS Hasan Sadikin

Kepala BPOM RI bersama tim sidak ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSHS) terkait penggunaan obat anestesi.

Tribunnews/Rina Ayu Pancarini
SIDAK OBAT ANESTESI - Kepala BPOM RI, Taruna Ikrarbersama tim sidak ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSHS) terkait penggunaan obat anestesi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar bersama tim melakukan inspeksi mendadak ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSHS) pada Kamis (17/4/2025). 

Baca juga: Tragedi di RSUD Maumere: Ibu dan Janin Meninggal saat Hendak Lahiran, Imbas Tak Ada Dokter Anestesi


Inspeksi ini dilakukan sebagai bentuk respons cepat BPOM terhadap kekhawatiran publik yang merebak pasca kasus dugaan penyalahgunaan obat anestesi di rumah sakit ini.

Baca juga: Tragedi di RSUD Maumere: Ibu dan Janin Meninggal saat Hendak Lahiran, Imbas Tak Ada Dokter Anestesi

Diketahui, seorang dokter PPDS atau calon dokter spesialis anestesi memakai obat anestesi untuk memuluskan aksi bejatnya merudapaksa anak pasien.


Hal ini dilakukan untuk memastikan sistem pengelolaan obat di rumah sakit pendidikan berjalan sesuai regulasi. 


Obat keras seperti obat anestesi atau yang lebih dikenal dengan obat bius, harus diawasi pengelolaannya secara ketat.


“Kami ingin memastikan bahwa pengelolaan obat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung telah sesuai dengan standar keamanan dan tata kelola yang ketat. Ini penting demi keselamatan pasien dan integritas profesi medis,” tegas Taruna Ikrar dilansir dari website resmi, Minggu (20/5/2025). 

Anestesi
Anestesi (KOMPAS.COM)


Tim BPOM melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pengelolaan obat yang meliputi sistem pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyerahan, pengembalian, pemusnahan, dan pelaporan obat di Instalasi Farmasi RSHS. 


Kepala BPOM juga berdiskusi langsung dengan manajemen rumah sakit dan jajaran farmasi untuk memberikan arahan dan memperkuat koordinasi pengawasan.


Lebih lanjut, Taruna Ikrar menyatakan BPOM akan terus meningkatkan sinergi dengan rumah sakit pendidikan, institusi kesehatan, dan perguruan tinggi untuk memperkuat pengawasan serta edukasi dalam penggunaan obat. 


“Tanpa kolaborasi dengan rumah sakit sebagai mitra utama dalam melaksanakan pengelolaan obat yang baik, pengawasan BPOM tidak akan efektif dalam menjaga mutu dan pengamanan rantai suplai obat yang beredar di masyarakat,” tambahnya.


Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) memegang peran super penting dalam memastikan obat yang diterima dan dikonsumsi oleh pasien di rumah sakit. 


IFRS merupakan garda terdepan dalam menjaga ketersediaan obat yang berkhasiat, aman, dan berkualitas untuk masyarakat.


“Langkah tegas akan diambil jika ditemukan pelanggaran. Kami tidak ingin ada celah sedikitpun dalam pengawasan obat-obatan, apalagi yang menyangkut keselamatan nyawa pasien,” tegas Taruna Ikrar.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved