Senin, 29 September 2025

Alami Gangguan Gerak Distonia dan Sindrom Tourette, Bisakah Disembuhkan?

Distonia merupakan gangguan neurologi yang ditandai dengan kekakuan otot yang berkepanjangan dan di luar kendali.

Tangkapan Layar TikTok @Katharina.shry
Momen Sindrom Tourette Lewis Capaldi Kambuh saat Konser, 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Bagi sebagian besar orang, istilah distonia dan sindrom Tourette terasa asing didengar.

Keduanya merupakan penyakit yang berhubungan dengan gangguan gerak.

Distonia misalnya gangguan yang sulit dijelaskan.

Namun ketika dihubungkan dengan kedutan atau leher yang tengleng, orang biasanya langsung memahaminya.

Begitu juga dengan istilah sindrom Tourette, yang merujuk pada serangkaian gejala berupa gerakan tak terkendali pada otot (tics), terutama di area wajah dan otot vokal.

Baca juga: Sempat Ditangkap karena Obat Penenang Sindrom Tourette, Kini Tora Sudiro Ogah Ketergantungan

Penderita distonia dan sindrom Tourette dengan tingkat keparahan berat dapat ditangani dengan terapi Deep Brain Stimulation (DBS).

Dokter spesialis saraf Dr. dr. Rocksy Fransisca V. Situmeang, Sp.N mengatakan, meski sering terdengar asing, gangguan ini sebenarnya cukup umum, hanya saja sering kali tidak terdiagnosis dengan baik.

"Distonia merupakan gangguan neurologi yang ditandai dengan kekakuan otot yang berkepanjangan dan di luar kendali, sehingga sering menyebabkan gerakan berulang dan postur tubuh menjadi tidak normal serta rasa nyeri yang mengganggu aktivitas sehari-hari," kata dia ditulis pada Senin (17/3/2025).
 
Distonia jarang  terjadi, dialami oleh sekitar 16 per 100.000 orang.

Gejala yang muncul dapat mengenai berbagai kelompok otot, seperti di daerah leher yang orang awam sebut dengan tengleng atau tengeng, otot-otot wajah yang dikenal sebagai kedutan, otot vokal yang menimbukan suara aneh yang tidak terkontrol, dan otot-otot tangan serta kaki yang dapat menimbulkan gerakan aneh seperti menari. 
 
Menurut dr. Rocky, mendiagnosis distonia memerlukan evaluasi klinis mendalam.

“Dokter akan melakukan wawancara medis untuk mengetahui kapan gejala pertama kali muncul, apakah ada riwayat keluarga dengan kondisi serupa, serta faktor pemicu seperti stres atau trauma,” jelasnya.

Beberapa kasus mungkin memerlukan pemeriksaan tambahan seperti MRI atau tes genetik untuk memastikan penyebabnya.
 
Sementara Sindrom Tourette merupakan gangguan neurologis kompleks yang ditandai dengan munculnya tics, yaitu gerakan otot yang tidak disadari.

Tics ini dapat berupa kedutan pada wajah, otot sekitar mata dan pipi (motor tics), hingga suara-suara tidak disengaja seperti berdehem atau bahkan teriakan mendadak yang tidak dapat dikontrol (vocal tics).

Gejala ini sering kali membuat penderitanya kesulitan dalam berinteraksi sosial dan dapat menimbulkan kecemasan atau depresi.
 
Sindrom Tourette lebih sering terjadi pada laki-laki dan diduga dipengaruhi oleh faktor genetik serta stres pada ibu hamil.

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa sindrom ini bisa diperburuk oleh kondisi lingkungan yang penuh tekanan dan gangguan kecemasan yang mendasarinya.
 
Diagnosis sindrom Tourette melibatkan wawancara klinis dan pengamatan jangka panjang terhadap gejala pasien.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan