Dokter: Kehilangan Anggota Tubuh Bukan Halangan Kerja Optimal
Penguatan mental diperlukan sebelum pasien manjalani rehabilitasi pasca operasi, di mana pasien berlatih menggunakan tangan atau kaki palsu
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada beragam pekerjaan di sektor formal maupun informal yang rawan mendatangkan risiko kecelakaan kerja bahkan diantara mereka berisiko kehilangan organ tubuh karena insiden yang dialami saat bertugas.
Dokter Spesialis Ortopedi Rumah Sakit (RS) PELNI, dr Fajar Mahda SpOT mengatakan, kecelakaan bisa terjadi pada siapa pun, di mana pun dan kapan pun.
"Musibah tidak pernah kita prediksi datangnya, demikian juga kecelakaan saat berkerja yang skalanya bisa ringan hingga membahayakan. Beberapa kecelakaan kerja menghasilkan kecacatan seperti kehilangan anggota badan jari, tangan atau kaki," kata dr. Fajar, dalam launching program Return To Work (RTW) di Rumah Sakit PELNI, Jakarta Barat, Selasa (13/12/2022).
Ia pun menyebut bahwa dari periode Januari hingga Desember 2022, rumah sakit BUMN ini telah mencatat 184 kasus.
Jika dilihat secara rata-rata, ada 3 hingga 4 kasus per minggu sedangkan pasien terbanyak merupakan pengendara motor berjenis kelamin laki-laki.
Baca juga: Program Pusat Layanan Kecelakaan Kerja Return To Work Resmi Diluncurkan di RS Pelni
"Jumlah kasus pasien kecelakaan kerja yang berobat ke RS PELNI dari Januari hingga Desember adalah 184 kasus atau 3 hingga 4 kasus per minggu, dengan pasien terbanyak adalah pasien laki-laki pengendara motor," katanya.
Fajar menegaskan bahwa pertanyaan yang kerap ditanyakan pasien adalah 'apakah saya bisa kembali bekerja? Karena mayoritas pasien kecelakaan kerja, kata dia, merupakan usia produktif dan pencari nafkah.

Untuk menyelesaikan masalah ini, kata dia, tentunya membutuhkan tim yang terdiri dari berbagai ahli.
Mulai dari Dokter Ortopedi, Dokter Emergency, Rehab Medik, Dokter Gizi Klinis, Psikiater atau Psikolog hingga Dokter Spesialis Okupasi.
Tim akan berdiskusi bagaimana perawatan pasien hingga dapat mengembalikan pasien ke dunia kerja.
"Semua pasien kecelakaan yang datang ke IGD akan mendapatkan penanganan pertama, menyelamatkan jiwa terlebih dahulu. Misalnya menghentikan perdarahan, pemberian infus dan segera disiapkan operasi dalam hitungan menit," tutur dr. Fajar.
Kemudian saat pasien stabil, Dokter Ortopedi memiliki dua opsi yang bisa diambil, yakni membuang organ yang rusak atau mempertahahankannya.
Amputasi dilakukan jika organ yang hancur itu mengancam jiwa," jelas dr. Fajar.
Lalu bagaimana dengan penanganan pasca operasi?
Ia menjelaskan bahwa penanganan pascaoperasi adalah perawatan luka, di mana pasien umumnya didampingi Dokter Spesialis Gizi.
Ini dilakukan agar nutrisi yang menunjang kesembuhan pasien dapat tercukupi, sehingg penyembuhan luka bisa dipercepat.
Baca juga: Startup Teknologi Kesehatan PharmEasy Umumkan PHK Terhadap Sebagian Besar Karyawan
Selain itu, pendampingan dari sisi psikologi pun harus dilakukan untuk memberikan semangat bagi pasien yang telah kehilangan organ tubuhnya pasca kecelakaan kerja.
Jika pasien telah pulih secara mental, maka tentunya dapat memasuki tahap selanjutnya, yakni rehabilitasi pasca operasi dengan percobaan melatih penggunaan tangan dan kaki palsu.
"Orang yang kehilangan anggota tubuh biasanya mengalami depresi.
Penguatan mental diperlukan sebelum pasien manjalani rehabilitasi pasca operasi, di mana pasien berlatih menggunakan tangan atau kaki palsu," kata dr. Fajar.
Kendati rehabilitasi pasca operasi ini tidak membuat kondisi pasien seperti semula, namun langkah ini dapat membuat mereka percaya diri dan mandiri saat kembali bekerja.
"Meskipun tidak 100 persen sempurna, setidaknya pasien bisa mandiri," papar dr. Fajar.
Terkait banyaknya kecelakaan kerja yang menimpa masyarakat, baik di sektor formal maupun informal, BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek berkolaborasi dengan RS PELNI dan PT Orthocare Indonesia meresmikan program layanan jaminan kecelakaan kerja Return To Work (RTW) di RS Pelni, pada Selasa ini.
Program ini merupakan perluasan manfaat pada Program Jaminan Kecelakan Kerja (JKK) BP Jamsostek.
Kepala Kantor BP Jamsostek Cabang Grha, Achmad Fathoni mengatakan program ini terdiri dari pendampingan kepada peserta yang mengalami kecelakaan kerja yang berpotensi cacat.
Pendampingan ini diberikan mulai dari terjadinya kecelakaan hingga peserta bisa kembali bekerja.
"Ada istilah golden hour (masa krusial) di mana penangana pasien kecelakaan harus segera ditangani. Ini khusus pelayanan kecelakaan termasuk kegawatdaruratan, sehingga tidak ada tahapan pelayanan seperti pasien BPJS lainnya," kata Achmad.
Peserta yang mengalami kecelakaan kerja akan langsung ditangani di IGD rumah sakit.
"Kalau tidak ada tambahan program RTW, apabila terjadi risiko cacat atau kehilangan anggota tubuh, maka pasien tetap dapat fasilitas rehabilitasi namun pelayanan tidak terintegrasi, pasien perlu berpindah-pindah rumah sakit," jelas Achmad.
Sementara itu, Direktur Utama PT RS PELNI, dr Dewi Fankhuningdyah Fitriana MPH mengatakan bahwa rumahsakit pelat merah ini telah menjalin kerja sama cukup lama dengan BPJS Ketenagakerjaan.
"Program RTW adalah pengembangan dari layanan BPJS. Tujuan dari implementasi program ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien yang mengelami kecelakaan kerja, sehingga mereka bisa kembali bekerja," kata dr. Dewi.
Direktur Pengembangan Bisnis PT Orthocare Indonesia, Fidyanto mengatakan bahwa program ini memudahkan akses peserta BPJamsostek dalam memperoleh pelayanan jaminan kecelakaan kerja RTW yang lebih optimal.
"Dengan didukung oleh tim dan pelatihan protesa modern dari Orthocare Indonesia menyediakan berbagai prostesis (angggota tubuh palsu)," jelas Fidyanto.