Perempuan Anemia Hamil Berisiko Bisa Lahirkan Bayi Stunting
Setiap calon pengantin sangat penting untuk memperhatikan prekonsepsi terutama pada perempuan yang rentan terkena anemia.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jangan hanya sibuk prewedding.
Setiap calon pengantin sangat penting untuk memperhatikan prekonsepsi terutama pada perempuan yang rentan terkena anemia.
Jika perempuan anemia ini hamil, maka berisikonya bisa melahirkan anak stunting.
Hal itu disampaikan, Kepala Badan Kependudukan dan Kelurga Berencana Nasional (BKKBN), DR (H.C). dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/12/2021).
Remaja putri yang anemia mengalami peningkatan dari 37.1 persen pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menjadi 48.9 persen pada Riskesdas 2018, dengan proporsi anemia ada dikelompok umur 15-24 tahun dan 25-34 tahun.
Angka Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada Wanita usia subur (WUS) mengalami penurunan pada Riskesdas 2018 sebesar 17,3 persen untuk WUS KEK hamil dan 14,5 persen WUS KEK tidak hamil, sedangkan pada Riskesdas 2013 sebesar 24.2 persen WUS KEK hamil dan 20.8 persen WUS KEK tidak hamil.
"Padahal kesehatan remaja sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan terutama dalam upaya mencetak kualitas generasi penerus bangsa di masa depan."
"Namun adanya anggapan yang salah pada remaja mengenai ukuran kecantikan yang diidentikan dengan langsing atau badan kurus menjadi tantangan besar dalam upaya pencegahan stunting," ujar dr Hasto.
Deputi Bidang Keluarga Sejahtera-Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN, Nopian Andusti, SE, MT, mengatakan, setiap calon pengantin atau calon pasangan subur (PUS) harus memperoleh pemeriksaan kesehatan dan pendampingan selama tiga bulan pranikah serta mendapatkan bimbingan perkawinan dengan materi pencegahan stunting.
Harapannya faktor risiko yang dapat melahirkan bayi stunting pada calon pengantin atau calon PUS dapat teridentifikasi dan dihilangkan sebelum menikah dan hamil.
BKKBN menilai, penurunan stunting harus konvergensi, melibatkan seluruh lini mulai dari ibu-ibu PKK, Bupati, walikota, hingga lintas Kementerian.
"Kolaborasi lintas sektor terutama Kementerian Kesehatan, Kementrian Agama dan Bulog, maka kami bekerja sama dengan Kementerian Agama dan Bulog, cita-cita saya nanti Bulog menyediakan pangan yang mengandung asam folat untuk dikonsumsi bagi para remaja terutama perempuan”, ungkap dokter Hasto.
Wapres Ma'ruf: Penanganan Stunting Tentukan Masa Depan Bangsa
Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma'ruf Amin menuturkan bahwa saat ini satu dari tiga balita Indonesia mengalami stunting.
Menurutnya masalah stunting ini bukan semata-mata persoalan bangsa di masa sekarang saja, tetapi juga menyangkut masa depan karena anak-anak adalah generasi penerus bangsa.
Hal itu disampaikan Wapres saat berbicara di Forum Nasional Stunting 2021 secara daring di Jakarta, Selasa (14/12/2021).
“Merekalah masa depan kita. Bagaimana kita bisa mencapai visi Indonesia Emas Tahun 2045 kalau modal dasarnya, yaitu anak-anak bangsa mengalami stunting, terganggu perkembangan kognitif dan kesehatannya,” ujarnya.
Lebih jauh, pada acara yang bertajuk Komitmen dan Aksi Bersama untuk Membangun Strategi Efektif dalam Upaya Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia ini, Wapres menekankan kembali bahwa pemerintah sangat serius mengupayakan penurunan angka prevalensi stunting.
“Komitmen pemerintah tidak pernah kendur,” tegasnya.
Terkait hal ini, Wapres mengatakan bahwa pada Agustus 2021 yang lalu, Presiden telah menandatangani Peraturan Presiden No. 72 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
“Substansinya mengadopsi Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting 2018-2024,” terangnya.
“Target kita sangat jelas, kita ingin menurunkan prevalensi stunting hingga 14 persen pada tahun 2024. Pada tahun 2030, sesuai dengan target Sustainable Development Goals (SDGs), kita harap prevalensi stunting sudah 0 (nol) di negara kita,” imbuhnya.
Untuk itu, Wapres mengajak seluruh pihak terkait untuk mulai berinvestasi pada intervensi gizi sejak saat ini. Ia pun meyakinkan bahwa investasi gizi ini adalah kunci yang akan membentuk masa depan bangsa.
“Satu dolar yang diinvestasikan pada program gizi, dapat menghasilkan keuntungan berpuluh kali lipat. Sebaliknya, studi Bank Dunia menunjukkan bahwa kerugian akibat stunting dan kekurangan gizi akan berdampak pada pengurangan sedikitnya 3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) sebuah negara,” terangnya.
Terakhir, Wapres mengingatkan bahwa upaya pemberantasan stunting tidak bisa hanya dilakukan oleh satu lembaga saja, atau hanya dari unsur pemerintah pusat saja.
"Upaya penurunan stunting membutuhkan keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan desa/kelurahan, akademisi, media, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan mitra pembangunan," pungkasnya.(*)