Jumat, 3 Oktober 2025

Penurunan Fungsi Testis Ganggu Gairah Seks

Laki-laki selayaknya mewaspadai hipogonadisme atau penurunan fungsi testis. Salah satu gejalanya adalah menipisnya rambut.

Penulis: Agustina Rasyida
zoom-inlihat foto Penurunan Fungsi Testis Ganggu Gairah Seks
Getty images

Laporan Wartawan Tribun Jakarta, Agustina

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Laki-laki selayaknya mewaspadai hipogonadisme atau penurunan fungsi testis. Ini disebabkan oleh gangguan interaksi hormon, efeknya kadar hormon laki-laki atau testosteron menurun.

Menurut dr. Em Yunir, SpPD, KEMD, hipogonadisme meningkatkan resiko disfungsi ereksi, massa lemak tubuh, libido turun, massa dan kekuatan otot turun, bahkan hingga osteoporosis. Hipogonadisme ini tak hanya menyerang pada laki-laki dewasa, anak-anak pun dapat mengalaminya.

"Hipogonadisme dijumpai ketika konsentrasi hormon testosteron rendah atau kerjanya tidak adekuat," ujar Yunir, Jumat (15/6/2012), di Jakarta.

Jika anak telah menginjak usia 12 - 15 tahun, lanjut Yunir, secara fisik belum menunjukkan perubahan suara, pertumbuhan kumis, rambut di sekitar kemaluan, tidak tumbuh jerawat, tingginya kurang harus diwaspadai.

Namun, hipogonadisme ini dapat dideteksi sejak perkembangan janin. "Pada ibu hamil dapat dideteksi perkembangan hormon, apakah produksi testosteron cukup selama hamil? Apakah ada ketidakseimbangan hormon laki-laki dan perempuan (estrogen)? Baru setelah bayi keluar, dilakukan deteksi hormon pada bayi, sebelum dia bertambah umur," jelas Yunir.

Sedangkan pada laki-laki dewasa, hipogonadisme dapat mengubah karakteristik tertentu fisik maskulin, merusak fungsi reproduksi normal. Kemunduran tanda-tanda seksual seperti disfungsi ereksi, infertilitas, rambut menipis, massa otot turun, hingga kehilangan massa tulang, penurunan gairah seks, sulit konsentrasi, hingga hot flashes.

"Tipe hipogonadisme bersifat warisan dari keluarga atau disebabkan karena cidera atau infeksi," tambah dokter dari Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) - RSCM ini.

Sedangkan jenisnya dibagi dua, hipogonadisme primer (berasal dari masalah dalam testis) dan sekunder (masalah pada hipotalamus atau kelenjar hipofisi, bagian otak yang memberikan sinyal ke testis agar memroduksi testosteron).

Menurut dr. Pradana Soewondo, SpPD, KEMD dari Perkeni, penyebab dari hipogonadime berasal dari penyakit otak, penyakit kronis, obesitas, sindrom metabolik, hipertensi, serta diabetes tipe 2, penggunaan obat-obat tertentu, bertambahnya usia, serta testis tidak turun sebelum lahir, infeksi gondok, hingga cidera pada testis.

"Sekitar 40 persen pasien obes yang bukan diabetes punya kadar testosteron di bawah normal, sedangkan pada pasien diabetes dengan obes, 50 persen mengalami penurunan testosteron," beber Pradana.

Guna mewaspadai hipogonadisme, laki-laki perlu memeriksakan hormon testosteron. Kadar testosteron total di atas 350 mg/dl, di bawah 230 mg/dl memerlukan substitusi testoteron. Namun jika kadar testosteron 230 - 350 mg/dl memerlukan pemeriksaan ulang disertai pemeriksaan Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) guna mengetahui kadar free testosteron ataubiovailable, atau pemeriksaan pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau CT Scan untuk mengetahui adanya tumor hipofisis.

Sumber: TribunJakarta
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved