Selasa, 7 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

2 Tahun Perang Israel–Hamas, Gaza Hadapi Krisis Kemanusiaan Terburuk Sepanjang Sejarah

2 tahun perang Israel–Hamas ubah Gaza jadi wilayah tak layak huni. 90?ngunan hancur, 76.000 orang tewas, dan jutaan mengungsi.

Wafa
2 TAHUN PREANG ISRAEL-GAZA.- Foto yang diambil dari kantor berita Wafa tanggal 6 Maret 2025 memperlihatkan bangunan-bangunan di Jalur Gaza hancur karena serangan Israel. Mesir mengusulkan rencana pembangunan kembali Gaza. Dua tahun sejak perang besar Israel–Hamas pecah, otoritas Gaza menyebut dua tahun terakhir sebagai “730 hari genosida dan pembersihan etnis”. 

TRIBUNNEWS.COM - Dua tahun sejak perang besar Israel–Hamas pecah, Jalur Gaza kini menghadapi krisis kemanusiaan terburuk dalam sejarah modern.

Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan bahwa lebih dari 76.000 warga Palestina tewas atau hilang, sementara 90 persen wilayah Gaza hancur akibat serangan udara dan darat Israel.

Dalam laporan yang dikutip dari Al Mayadeen (6/10/2025), pihak berwenang Gaza menyebut Israel telah menjatuhkan lebih dari 200.000 ton bahan peledak di wilayah tersebut sejak agresi dimulai pada 7 Oktober 2023.

Lebih dari 2 juta warga sipil terpaksa mengungsi, banyak di antaranya kehilangan seluruh anggota keluarga.

Laporan tersebut juga mencatat bahwa anak-anak dan perempuan menjadi lebih dari separuh korban jiwa, termasuk 20.000 anak dan 12.500 perempuan.

Sebanyak 2.700 keluarga musnah sepenuhnya, dan lebih dari 6.000 keluarga hanya menyisakan satu anggota yang masih hidup.

Krisis di Gaza kini mencapai titik nadir.

The Palestine Chronicle melaporkan bahwa 38 rumah sakit dan 96 klinik telah hancur, sementara 197 ambulans ikut diserang.

Lebih dari 1.600 tenaga medis tewas, bersama 254 jurnalis dan 540 pekerja bantuan.

Akibat kekurangan obat, bahan bakar, dan makanan, 650.000 anak menghadapi kelaparan akut dan 22.000 pasien yang butuh perawatan di luar negeri terjebak di Gaza.

Pendidikan dan sektor budaya juga lumpuh.

Sekitar 95 persen sekolah rusak, 165 lembaga pendidikan hancur total, dan 13.500 siswa serta 830 guru tewas.

Selain itu, 835 masjid dan beberapa gereja hancur, sementara puluhan pemakaman dibuldoser selama operasi militer Israel.

Kerusakan ekonomi diperkirakan mencapai 70 miliar dolar AS, dengan 28 miliar dolar di sektor perumahan, 5 miliar di sektor kesehatan, dan 4 miliar di pendidikan, menurut laporan Kantor Media Gaza.

Lebih dari 94 persen lahan pertanian musnah, stok ikan lenyap, dan ratusan ribu keluarga kehilangan sumber pangan utama.

PBB memperingatkan bahwa Gaza kini menghadapi “kelaparan dan kehancuran total”.

Badan dunia itu menyebut 2,4 juta penduduk Gaza mengalami kekurangan pangan ekstrem dan hampir semuanya bergantung pada bantuan kemanusiaan.

Dalam pernyataannya, otoritas Gaza menyebut dua tahun terakhir sebagai “730 hari genosida dan pembersihan etnis”.

Mereka pun menyerukan dunia internasional untuk menekan Israel agar menghentikan agresi serta membuka jalur bantuan tanpa hambatan.

Akar Konflik Israel-Hamas

konflik antara Israel dan Hamas di Palestina berakar dari sejarah panjang kolonialisme, perebutan wilayah, dan identitas nasional yang saling bertentangan.

Sejak berdirinya negara Israel pada tahun 1948, wilayah Palestina terus menyusut akibat perang dan pendudukan militer yang berkepanjangan.

Gaza dan Tepi Barat kemudian menjadi titik utama pertikaian, dengan Israel menguasai perbatasan, ruang udara, dan akses ekonomi di kedua wilayah tersebut.

Hamas, kelompok Islamis yang menguasai Gaza sejak 2007, menolak keberadaan negara Israel dan menyerukan perlawanan bersenjata sebagai bentuk perjuangan kemerdekaan.

Sebaliknya, Israel menganggap Hamas sebagai organisasi teroris dan kerap melancarkan operasi militer untuk menekan kekuatannya.

Sejak Hamas berkuasa, Israel menerapkan blokade ketat terhadap Gaza.

Pembatasan pergerakan barang dan orang ini menimbulkan dampak besar bagi kehidupan warga, menciptakan krisis kemanusiaan yang memburuk dari tahun ke tahun.

Sebagai balasan atas blokade dan serangan militer, Hamas meluncurkan roket ke wilayah Israel, yang kemudian dibalas dengan serangan udara dan darat, menewaskan banyak warga sipil di kedua belah pihak.

Upaya perdamaian sebenarnya pernah dilakukan melalui Kesepakatan Oslo yang ditandatangani pada 1993 antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Perjanjian yang disaksikan oleh Presiden AS Bill Clinton, Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin, dan pemimpin PLO Yasser Arafat di Washington DC. itu awalnya dimaksudkan sebagai langkah menuju solusi dua negara yang damai.

Isi utama perjanjian tersebut mencakup pengakuan timbal balik antara Israel dan PLO, serta pembentukan Pemerintahan Otonomi Palestina (Palestinian Authority/PA) untuk mengelola sebagian wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Implementasinya terhambat oleh isu-isu besar seperti status Yerusalem, permukiman Yahudi, hak pengungsi Palestina, dan keamanan Israel.

Akibatnya, kesepakatan itu gagal membawa perdamaian abadi yang diharapkan.

Kini, Kesepakatan Oslo dipandang sebagai tonggak penting diplomasi Timur Tengah, tetapi juga sebagai simbol kegagalan politik yang belum mampu mengakhiri konflik Israel–Palestina.

Ketidakpercayaan antar pihak, ekspansi permukiman Israel, serta perpecahan politik internal Palestina membuat situasi semakin sulit diselesaikan.

Konflik ini bukan sekadar persoalan perebutan wilayah, melainkan juga mencakup hak hidup, identitas nasional, dan keadilan historis bagi rakyat Palestina.

CNN melaporkan bahwa konflik terbaru dipicu oleh serangan mendadak Hamas ke wilayah Israel, yang dibalas dengan serangan udara besar-besaran ke Gaza dan menyebabkan banyak korban sipil, termasuk anak-anak.

Sementara itu, The New York Times menyoroti akar konflik yang mencakup sejarah panjang pendudukan, kegagalan diplomasi, dan ketegangan identitas nasional, serta menekankan krisis kemanusiaan di Gaza yang semakin parah akibat kekurangan air, listrik, dan layanan medis.

Menurut Al Jazeera, berbagai kesepakatan gencatan senjata yang pernah dicapai sering kali gagal karena ketidakpercayaan mendalam antara pihak-pihak yang bertikai.

Baca juga: Trump Ancam Hamas Hadapi Kehancuran Total jika Tolak Serahkan Kekuasaan di Gaza

Negara-negara seperti Amerika Serikat, Mesir, dan Iran pun turut memainkan peran penting — baik dalam memperumit situasi maupun mencoba menengahi konflik yang tak kunjung usai ini.

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved