Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Hamas Mau Terima Rencana Perdamaian Gaza dari Trump, tapi Enggan Melucuti Senjata

Kelompok perlawanan Palestina, Hamas dilaporkan setuju dengan rencana perdamaian Gaza yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump.

Telegram Brigade Al-Quds
TOLAK MELUCUTI SENJATA - Foto ini diambil pada Kamis (13/2/2025) dari publikasi resmi Telegram Brigade Al-Quds (sayap militer Jihad Islam), memperlihatkan anggota Brigade Al-Quds diapit oleh anggota Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) saat berpatroli selama pertukaran tahanan gelombang ke-3 Kamis (30/1/2025) yang membebaskan sandera Israel; Agam Berger, Arbel Yehud dan Gadi Moses serta 5 warga Thailand dengan imbalan pembebasan 110 warga Palestina. Hamas dilaporkan merespons positif rencana perdamaian di Gaza yang dibuat oleh Presiden AS Donald Trump, tapi enggan melucuti senjata. 

TRIBUNNEWS.COM - Kelompok perlawanan Palestina, Hamas dilaporkan akan memberikan respons yang "positif" terhadap rencana perdamaian Gaza yang diusung oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

Namun, respons positif tersebut disertai dengan pengajuan serangkaian amandemen atau perubahan pada sejumlah poin dalam rencana tersebut.

Menurut sumber yang mengetahui jalannya negosiasi, respons resmi Hamas diperkirakan akan disampaikan dalam waktu dekat, menyusul pembicaraan produktif dengan mediator Arab, termasuk Mesir dan Qatar, di Doha.

Amandemen yang diajukan oleh Hamas dilaporkan berpusat pada peninjauan kembali syarat-syarat terkait penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza dan ketentuan mengenai perlucutan senjata Hamas.

Sumber tersebut menjelaskan bahwa amandemen yang diajukan Hamas akan bertujuan untuk melunakkan beberapa persyaratan yang ditambahkan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada saat-saat terakhir.

Persyaratan tambahan tersebut berkaitan dengan penarikan pasukan Israel dari Gaza dan ketentuan mengenai perlucutan senjata Hamas serta demiliterisasi Gaza.

Mengutip The Times of Israel, proposal dari AS secara umum mensyaratkan Hamas untuk membebaskan semua sandera yang mereka tahan dalam waktu 72 jam, melucuti senjata, dan tidak memiliki peran di masa depan dalam pemerintahan Gaza.

Sebagai imbalannya, perang akan berakhir, dan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) akan secara bertahap mundur dari Gaza untuk digantikan oleh pasukan internasional.

Terjadi Perpecahan di Internal Hamas

Meskipun menanggapi rencana Trump soal perdamaian di Gaza secara positif, namun terdapat indikasi perpecahan internal di dalam Hamas.

BBC melaporkan bahwa pemimpin de facto Hamas di Jalur Gaza, Izz al-Din Haddad, menentang keras rencana Trump.

Baca juga: Hamas Akan Segera Jawab Rencana Gencatan Senjata Trump, Serius Bahas Meski Punya Keberatan

Haddad, yang sebelumnya menjabat Komandan Brigade Kota Gaza, diyakini berpandangan bahwa proposal tersebut dirancang untuk mengakhiri keberadaan Hamas, terlepas dari apakah kelompok tersebut mendukungnya atau tidak.

Oleh karena itu, ia dilaporkan siap untuk terus melawan Israel.

Meskipun demikian, Hamas tampaknya didukung oleh para mediator Arab, Mesir dan Qatar, yang dalam beberapa hari terakhir telah mengisyaratkan bahwa beberapa perubahan perlu dilakukan pada proposal AS.

Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, mengatakan di Paris bahwa proposal tersebut memiliki "banyak celah yang perlu diisi", terutama mengenai dua isu penting, yakni tata kelola dan pengaturan keamanan.

"Kami mendukung rencana Trump dan visi untuk mengakhiri perang dan perlu melangkah maju," ujar Abdelatty, dikutip dari BBC.

Abdelatty menambahkan bahwa Qatar, Mesir, dan Turki sedang bekerja keras meyakinkan Hamas untuk menerima rencana tersebut.

Abdelatty juga menegaskan bahwa Hamas harus memahami bahwa mereka "tidak memiliki peran di hari setelah" perang berakhir.

"Ini adalah kesepakatan penuh di antara kami, sebagai orang Arab, sebagai Muslim, dan bahkan di antara orang-orang Hamas sendiri," kata diplomat Mesir tersebut.

"Mereka memahami betul bahwa mereka tidak memiliki peran untuk hari setelah [perang], dan ini adalah fakta," lanjutnya.

Sementara itu, kelompok militan Palestina lainnya, Jihad Islam Palestina (PIJ), juga menunjukkan sinyal melunak terhadap proposal tersebut.

Wakil Sekretaris Jenderal PIJ, Mohammed al-Hindi, mengatakan kepada Al Arabiya bahwa kelompoknya menginginkan perubahan besar pada rencana tersebut, termasuk jadwal penarikan pasukan Israel yang jelas terkait dengan pembebasan sandera.

Para mediator terus berdialog dengan AS mengenai kemungkinan amandemen, menyusul kekecewaan beberapa negara Arab atas perubahan yang diizinkan AS untuk ditambahkan oleh Netanyahu sebelum pengumuman proposal.

Trump Beri Ultimatum

Sementara itu, di pihak Israel, Netanyahu telah menyetujui rencana tersebut pada Senin, menyusul pertemuan dengan Trump di Gedung Putih.

Baca juga: Israel: Siapa pun yang Masih Tinggal di Kota Gaza Dianggap Kombatan Hamas

Dalam konferensi pers, Trump menegaskan bahwa Israel akan mendapatkan "dukungan penuh" dari AS untuk "menyelesaikan tugas menghancurkan ancaman Hamas" jika kelompok militan tersebut menolak kesepakatan.

"Jika Hamas menolak kesepakatan, yang selalu mungkin terjadi — mereka satu-satunya yang tersisa. Semua orang telah menerimanya."

"Tetapi saya punya firasat bahwa kami akan mendapat jawaban positif. Namun jika tidak, seperti yang Anda tahu Bibi (Netanyahu), Anda akan mendapat dukungan penuh kami untuk melakukan apa yang harus Anda lakukan," tegas Trump, dikutip dari The Jerusalem Post.

Di luar pihak yang berkonflik, banyak aktivis anti-Israel dan pihak Barat juga telah menolak rencana Trump.

Mereka mengklaim bahwa proposal untuk mengakhiri perang itu merupakan simbol penyerahan, kolonialisme, dan pembersihan etnis.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved