Minggu, 5 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Soal Tragedi Serangan Israel ke Doha, Trump Teken Perintah Ekseskutif, Bela Qatar Mati-matian

Presiden AS, Donald Trump kembali membuat gebrakan dengan melindungi Qatar dari serangan dari pihak mana pun. Trump bahkan teken Perintah Eksekutif.

Instagram The White House
TRUMP KE QATAR - Foto diambil dari Instagram The White House, Rabu (1/10/2025). Presiden AS Donald Trump (kiri) dan Emir Qatar Tamim bin Hamad Al Thani (kanan) berjalan bersama ketika presiden AS tersebut mengunjungi Qatar pada 15 Mei 2025. Trump secara resmi meneken Perintah Ekesekutif yang berisikan tentang siapa pun yang menyerang Qatar sama dengan mengancam keamanan dan perdamaian AS. 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali membuat gebrakan baru di panggung politik global.

Setelah mengeluarkan proposal perdamaian di Gaza beberapa waktu lalu, kini Donald Trump membuat perintah eksekutif untuk melindungi Qatar.

Pernyataan Donald Trump ini menyusul ketegangan yang sempat terjadi antara Qatar dengan Israel.

Israel sempat melakukan serangan udara di wilayah Ibu Kota Qatar, Doha untuk membunuh para pemimpin Hamas di sana.

Namun, serangan Israel di Doha ini tidak membuahkan hasil. Sebab, pemimpin Hamas Khalil al-Hayya selamat dari serangan tersebut.

Setelah ketegangan diplomatik pasca-serangan Israel di Doha, Trump secara resmi mengeluarkan Perintah Eksekutif yang sangat keras.

Trump mengatakan, menyerang Qatar dianggap setara dengan mengancam keamanan dan perdamaian AS.

Dalam perintah yang diterbitkan Gedung Putih, Trump menginstruksikan jajarannya untuk memandang setiap serangan bersenjata terhadap Doha sebagai "ancaman terhadap perdamaian dan keamanan Amerika Serikat".

Perintah eksekutif ini bukan sekadar pernyataan diplomatik.

Ini adalah janji keamanan yang mengikat, terutama mengingat Qatar adalah tuan rumah pangkalan udara militer AS yang strategis di kawasan Timur Tengah.

"Jika terjadi serangan semacam itu, Amerika Serikat akan mengambil semua langkah yang sah dan tepat — termasuk diplomatik, ekonomi, dan, jika perlu, militer — untuk membela kepentingan Amerika Serikat dan Negara Qatar," demikian bunyi kutipan perintah yang ditandatangani Senin (29/9/2025), dikutip dari The Times of Israel.

Baca juga: Siap Pasang Badan, Trump: Menyerang Qatar Sama dengan Menyerang AS

Sebelum keputusan dramatis ini, Trump diketahui bekerja keras meredakan krisis.

Ia berhasil meyakinkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu untuk menyampaikan permintaan maaf resmi kepada Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani.

"Israel menargetkan sasaran, bukan warga Qatar. Kami menyesali hilangnya warga Qatar," ujar Netanyahu, sambil menjanjikan insiden serupa tidak akan terulang.

Perintah eksekutif ini sendiri dirilis sebagai upaya untuk memuluskan kembali rencana perdamaian Gaza yang diusung Trump.

Qatar, yang sempat menolak melanjutkan peran vitalnya sebagai mediator pasca-serangan, kini diharapkan dapat kembali menjadi mitra diplomatik utama AS untuk menyelesaikan konflik di Gaza.

Hamas Tuntut Klausul Pelucutan Senjata Dicabut

Proposal gencatan senjata Gaza yang digagas Donald Trump menghadapi batu sandungan besar.

Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, menyatakan keinginan untuk mengamandemen sejumlah klausul kunci, terutama yang berkaitan dengan pelucutan senjata.

Menurut sumber Palestina yang dekat dengan petinggi Hamas, para negosiator kelompok tersebut telah menyampaikan keberatan ini dalam pertemuan dengan para pejabat Turki, Mesir, dan Qatar di Doha pada Selasa lalu.

"Hamas ingin mengamandemen beberapa klausul seperti yang tentang pelucutan senjata dan pengusiran kader faksi," kata sumber anonim kepada kantor berita AFP, Rabu (1/10/2025).

Proses negosiasi ini juga mengungkap adanya perpecahan di internal Hamas terkait proposal AS tersebut.

Sumber yang mengetahui negosiasi itu mengatakan kepada AFP bahwa ada dua kubu yang saling bertentangan.

Kubu pertama mendukung persetujuan tanpa syarat, demi mengamankan gencatan senjata yang dijamin oleh Trump.

Syaratnya, para mediator harus memastikan Israel benar-benar melaksanakan rencana tersebut.

Baca juga: Warga Palestina Skeptis: Rencana Damai Gaza Usulan Donald Trump Dinilai Hanya Janji Palsu

Sementara kubu kedua menolak keras pelucutan senjata dan penyingkiran warga Palestina mana pun dari Gaza.

Kubu ini hanya mendukung kesepakatan bersyarat, menuntut klarifikasi agar "pendudukan Gaza tidak dilegitimasi, sementara perlawanan dikriminalisasi".

Hamas diperkirakan akan memberikan respons resmi mereka dalam "dua atau paling lama tiga hari" ke depan, dan hasilnya akan sangat menentukan nasib proposal perdamaian Gaza yang dinantikan dunia.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved