Selasa, 7 Oktober 2025

Donald Trump Pimpin Amerika Serikat

Shutdown Massal Guncang Amerika: Layanan Publik Lumpuh, Ekonomi Terancam karena Krisis Politik

AS resmi melakukan shutdown masal atau menghentikan sebagian besar operasionalnya akibat kebuntuan subsidi ACA dan tarik ulur Demokrat-Republik

usa flag
AS SHUTDOWN - AS resmi melakukan shutdown masal atau menghentikan sebagian besar operasionalnya akibat kebuntuan subsidi ACA dan tarik ulur Demokrat-Republik 

TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Amerika Serikat (AS) resmi melakukan shutdown massal atau menghentikan sebagian besar operasionalnya mulai Rabu (1/10/2025).

Penutupan ini menjadi yang pertama dalam tujuh tahun terakhir, menandai kebuntuan politik serius antara Partai Republik dan Demokrat setelah Kongres gagal mencapai kesepakatan anggaran pada batas waktu yang ditentukan.

Mengutip laporan AP News, Rancangan Continuing Resolution (CR), yang diajukan untuk memperpanjang pendanaan sementara pemerintah federal, hanya memperoleh 55 suara setuju dan 45 suara menolak.

Padahal, aturan di Senat mengharuskan sedikitnya 60 suara agar rancangan itu bisa diloloskan.

Partai Demokrat diketahui menuntut agar subsidi kesehatan dalam ACA (Affordable Care Act/Obamacare) tetap diperpanjang. Mereka khawatir jika subsidi itu kedaluwarsa, jutaan warga AS akan kehilangan bantuan untuk biaya layanan kesehatan.

Namun, Partai Republik menolak dan bersikeras ingin RUU pendanaan “bersih” tanpa syarat kebijakan tambahan, strategi yang populer disebut mengutamakan clean CR.

Situasi makin panas setelah Presiden Donald Trump ikut menekan dengan ancaman, yakni membatalkan program-program yang dekat dengan Demokrat dan bahkan memecat pegawai federal bila shutdown benar-benar terjadi.

Alhasil, begitu CR gagal dan batas waktu terlewati, Kantor Manajemen dan Anggaran (OMB) mengirimkan perintah kepada badan-badan federal untuk mengaktifkan rencana kontinjensi penutupan.

Surat-surat serupa memberitahukan pegawai federal tentang kemungkinan cuti tak dibayar (furlough) bagi mereka yang pekerjaannya tidak dianggap esensial.

Layanan tertentu, misalnya operasi militer inti, penegakan hukum yang dianggap krusial, dan kegiatan keselamatan publik tetap berjalan, tetapi banyak layanan non-esensial ditangguhkan.

Sementara itu, Kementerian Keamanan Dalam Negeri (DHS) menegaskan sebagian besar fungsi keamanan tetap berjalan, termasuk operasi Bea Cukai, Penegakan Imigrasi, serta Administrasi Keamanan Transportasi (TSA). Meski demikian, sekitar 14.000 pegawai dari total 271.000 staf DHS diperkirakan dirumahkan.

Baca juga: Kebijakan Trump Makan Korban: Kenaikan Biaya Visa H-1B Bikin Teknologi AS Terancam Krisis Talenta

Program Medicare dan Medicaid juga masih beroperasi, tetapi kurangnya staf diperkirakan memperlambat layanan.

“Pembayaran tetap akan berlanjut, tetapi publik mungkin mengalami penundaan administrasi,” demikian pernyataan resmi Departemen Kesehatan, sebagaimana dikutip dari AP News.

Layanan Publik Terancam

Kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran di sektor lain. Dinas Taman Nasional belum memutuskan apakah lebih dari 400 taman nasional akan ditutup, meskipun pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa keterbatasan staf kerap berujung pada vandalisme hingga kerusakan lingkungan.

FEMA, lembaga penanggulangan bencana, memperingatkan sejumlah hibah akan tertunda. Bahkan, penutupan berkepanjangan bisa menguras cadangan dana bantuan bencana senilai 10 miliar dolar AS.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved