Konflik Palestina Vs Israel
Ultimatum Tiga Hari Trump untuk Hamas atas Rencana Damai Gaza: Kami Butuh 1 Tanda Tangan
Presiden AS Donald Trump memberikan ultimatum selama tiga hari kepada Hamas untuk menandatangani rencana damai Gaza.
Namun, Otoritas Palestina (PA), yang memiliki otoritas parsial di Tepi Barat yang diduduki Israel, menyambut upaya "tulus dan bertekad" dari Trump.
Sementara itu, komunitas global dengan cepat menyatakan dukungan terhadap inisiatif AS.
Para pemimpin asing, yang sangat menyadari kegagalan upaya gencatan senjata sebelumnya, bergegas memberikan dukungan.
Kanselir Jerman, Friedrich Merz, menyebut rencana Trump sebagai "peluang terbaik untuk mengakhiri perang".
Sementara Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menyambut baik "komitmen presiden AS untuk mengakhiri perang di Gaza".
Moskow juga mendukung proposal tersebut.
Turki, Mesir, dan Qatar — negara-negara yang memiliki pengaruh atas Hamas — turut mendukung dan dilaporkan akan bertemu dengan Hamas pada Selasa (30/9/2025) untuk membahas rencana tersebut.
Sejumlah negara, termasuk Pakistan, Yordania, Uni Emirat Arab, Indonesia, Turki, Arab Saudi, Qatar, dan Mesir, mengeluarkan pernyataan bersama yang mendukung rencana Trump, menyatakan kesiapan mereka untuk bekerja secara konstruktif dengan AS demi mengamankan perdamaian.
Rencana Trump Dianggap Rapuh
Baca juga: Trump Pasang Batas Waktu, Hamas Hanya Punya 4 Hari Jawab Proposal Gaza
Rencana perdamaian 20 poin yang diajukan oleh Trump untuk mengakhiri konflik di Jalur Gaza telah disetujui secara formal oleh Netanyahu.
Namun, para pengamat memperingatkan bahwa kelangsungan rencana tersebut sangat rentan dan bergantung pada dua faksi utama yang tidak dikonsultasikan dalam perumusannya: kelompok militan Hamas dan anggota sayap kanan dalam pemerintahan Netanyahu sendiri.
Dikutip dari Arab News, ancaman terbesar bagi rencana ini justru datang dari dalam Israel.
Anggota kabinet Netanyahu dari kelompok sayap kanan, seperti Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, diprediksi dapat memaksa keruntuhan pemerintahan dengan memicu pemilihan umum dini.
Mereka memandang upaya damai apa pun dengan Hamas sebagai bentuk pengkhianatan dan kapitulasi.
Keraguan juga muncul setelah Netanyahu, sekembalinya ke Israel, segera menjernihkan posisinya di hadapan publik domestik.
Ia dengan tegas membantah telah menyetujui pembentukan negara Palestina dan mengklaim hal itu tidak tertulis dalam perjanjian tersebut.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.