China Makin Aktif Tanamkan Pengaruh, ASEAN Harus Mampu Menjaga Keseimbangan Hubungan
Hubungan antara China dengan negara-negara di Asia Tenggara belakangan ini merupakan fenomena yang menarik diperhatikan.
Menurut Eva, Indonesia sepenuhnya mendukung kepemimpinan Malaysia sebagai ketua ASEAN, yang dalam pandangannya sangat berkomitmen untuk memperkuat sentralitas ASEAN, meningkatkan perdagangan dan investasi antar negara ASEAN dan memperkuat inklusifivitas dan keberlangsungan dalam kawasan ASEAN.
Perihal hubungan antara kawasan Asia Tenggara dan RRC, Eva mengakui bahwa terdapat keuntungan dan resiko dari upaya RRC menanamkan pengaruhnya di Asia Tenggara.
Resep mujarab untuk mengatasi resiko itu adalah dengan tidak bergantung pada pihak mana pun, tetapi justru makin memperkuat sentralitas ASEAN.
“Indonesia berkomitmen pada Sentralitas ASEAN, dan percaya bahwa mekanisme yang dipimpin ASEAN merupakan kerangka kerja terbaik dalam menghadapi tantangan-tantangan dari luar,” pungkas Eva.
Profesor dari Departmen Ilmu Politik National University of Singapore, Ian Chong, mengingatkan bahwa RRC yang dihadapi oleh Asia Tenggara saat ini berbeda dari RRC pada era 1990-an.
“Kita harus berurusan dengan RRC karena kedekatan jarak dengan kawasan kita. Ini adalah hal yang harus dihadapi oleh siapapun yang menjadi ketua ASEAN,” tutur Ian.
Menurutnya, salah satu isu yang kompleks dan harus dihadapi ASEAN dalam kaitan dengan China adalah sengketa di Laut China Selatan atau LCS.
“Memang, telah terjadi dialog antara masing-masing pihak, dan telah berlangsung diskusi terus menerus tentang kode perilaku, tetapi saya menduga belum akan ada penyelesaian segera,” tuturnya.
Dalam pandangan Ian, salah satu yang mempekeruh permasalahan adalah keputusan RRC untuk tidak menghargai hasil keputusan arbitrase internasional tahun 2016, walau RRC adalah salah satu dari negara-negara yang menandatangani Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Padahal, menurutnya, ini menimbulkan permasalahan karena bagi negara-negara Asia Tenggara, kepastian dan kejelasan hukum merupakan salah satu kunci yang diandalkan untuk memaksa negara-negara besar lebih menahan diri.
Pemerhati Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia, Broto Wardoyo, memiliki pandangan yang sedikit berbeda namun menarik.
Menurutnya, China tak akan mampu memaksa ASEAN untuk mengambil sebuah keputusan bulat yang akan membahayakan kepentingan mereka sendiri.
Karenanya, Broto beranggapan bahwa strategi pragmatis yang paling tepat bagi China adalah menjaga status quo.
Broto mengakui bahwa kehadiran dan pengaruh China di Asia Tenggara memang meningkat, namun kompleksitas yang mewarnai pengambilan keputusan di ASEAN justru menjadi penghambat yang menghalangi China untuk memaksa ASEAN mengambil keputusan dengan suara bulat.
Namun Broto juga mengomentari politik luar negeri Indonesia yang akhir-akhir ini menurutnya telah bergeser dari kebijakan yang berpusat pada ASEAN menjadi kebijakan luar negeri yang makin beragam.(tribunnews/fin)
Hasil Drawing Arctic Open 2025: Tiga Jagoan Indonesia Terhindar dari Unggulan di Babak Awal |
![]() |
---|
Pelaku UMKM Wajib Pelatihan Pengemasan Produk dan Melek Medsos Agar 'Go International' |
![]() |
---|
Bocor Skuad Irak Hadapi Timnas Indonesia & Arab Saudi: Pesan Khusus Graham Arnold untuk Pemain Como |
![]() |
---|
Agen Pegadaian Jadi Jembatan Layanan Investasi di Pelosok Negeri |
![]() |
---|
MBG Versi China Bikin 200 Siswa TK Keracunan Timbal, Pejabat Lokal Disuap Investor demi Tutupi Kasus |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.