Jumat, 3 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Universitas Columbia Coret Gelar dan Skors 80 Mahasiswa Usai Ikut Protes Perang Gaza

Universitas Columbia menjatuhkan sanksi berat terhadap hampir 80 mahasiswa yang terlibat dalam aksi protes menentang perang Israel di Gaza.

Tangkapan layar YouTube CBS New York
PROTES PERANG GAZA - Tangkapan layar YouTube CBS New York pada Kamis (24/7/2025) yang menampilkan lebih dari 70 orang telah didisiplinkan karena berpartisipasi dalam pengambilalihan Perpustakaan Butler pada bulan Mei, dan perkemahan tenda akhir pekan alumni tahun lalu. Universitas Columbia yang merupakan salah satu kampus bergengsi di Amerika Serikat, menjatuhkan sanksi berat terhadap hampir 80 mahasiswa yang terlibat dalam aksi protes menentang perang Israel di Gaza. 

TRIBUNNEWS.COM - Universitas Columbia yang merupakan salah satu kampus bergengsi di Amerika Serikat, menjatuhkan sanksi berat terhadap hampir 80 mahasiswa yang terlibat dalam aksi protes menentang perang Israel di Gaza.

Hukuman tersebut mencakup pengusiran permanen, penangguhan kuliah selama satu hingga tiga tahun, hingga pencabutan gelar akademik.

Sanksi ini diumumkan oleh Dewan Peradilan Universitas (University Judicial Board/UJB) pada 21 Juli 2025, dan dikonfirmasi langsung oleh pihak Columbia. 

Protes mahasiswa yang dimaksud terjadi dalam bentuk aksi duduk di Perpustakaan Butler saat masa ujian akhir pada Mei 2025 serta pendirian perkemahan pro-Palestina pada Akhir Pekan Alumni di musim semi 2024.

Dalam pernyataan yang diterbitkan pada hari Selasa (21/7/2025), Universitas menyatakan bahwa gangguan di Perpustakaan Butler selama periode membaca telah memengaruhi ratusan mahasiswa dan selanjutnya menyebabkan penangguhan sementara peserta Columbia.

"Institusi kita harus fokus pada pemenuhan misi akademisnya bagi komunitas kita. Dan untuk menciptakan komunitas akademis yang berkembang, harus ada rasa hormat terhadap satu sama lain dan terhadap pekerjaan, kebijakan, serta aturan fundamental institusi," demikian pernyataan tersebut, dikutip dari Al Jazeera.

"Gangguan terhadap kegiatan akademik merupakan pelanggaran terhadap kebijakan dan Aturan Universitas, dan pelanggaran tersebut tentu akan menimbulkan konsekuensi," tambahnya.

Aktivis Mahasiswa: Ini Tindakan Represif Politik

Kelompok aktivis mahasiswa Columbia University Apartheid Divest (CUAD) mengecam langkah universitas dan menyebut sanksi ini "melampaui preseden historis untuk protes di kampus".

CUAD adalah singkatan dari Columbia University Apartheid Divest, yaitu sebuah kelompok aktivis mahasiswa di Universitas Columbia, Amerika Serikat.

CUAD berfokus pada kampanye divestasi (penarikan investasi) universitas dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia terhadap rakyat Palestina, khususnya yang berkaitan dengan militer Israel dan pendudukan wilayah Palestina.

Baca juga: Krisis Gaza Makin Parah, 111 Organisasi Desak Israel Hentikan Blokade: 80 Anak Tewas Kelaparan

Mereka menyebut bahwa para mahasiswa dihukum karena ikut dalam kegiatan pendidikan dan solidaritas untuk Palestina, termasuk acara untuk mengenang Basel al-Araj, penulis dan aktivis Palestina yang dibunuh Israel pada 2017.

CUAD menilai sanksi ini sebagai bagian dari kesepakatan politik antara Columbia dan pemerintahan Presiden AS Donald Trump, yang melibatkan kemitraan formal dengan kelompok pro-Israel seperti Liga Anti-Pencemaran Nama Baik Zionis (ADL) serta penerapan definisi antisemitisme IHRA, yang mereka klaim menyamakan kritik terhadap Israel dengan ujaran kebencian terhadap Yahudi.

"Columbia telah membungkam perbedaan pendapat mahasiswa dengan dalih memerangi antisemitisme," ujar CUAD, dikutip dari Palestine Chronicle.

Mereka menuduh Presiden Sementara Columbia, Claire Shipman, terlibat langsung dalam restrukturisasi Dewan Peradilan agar bisa menjatuhkan hukuman ekstrem terhadap mahasiswa yang terlibat.

Skors Tanpa Maaf Sama dengan Pengusiran De Facto

CUAD juga mengungkapkan bahwa universitas menuntut mahasiswa yang diskors untuk mengajukan permintaan maaf tertulis agar bisa kembali ke kampus. 

Namun, banyak mahasiswa menolak permintaan tersebut.

"Jika para pengunjuk rasa tetap pada pendirian mereka, maka skorsing itu akan berubah menjadi pengusiran permanen secara de facto," tulis CUAD. 

Mereka memperkirakan, jika hal ini terjadi, jumlah sanksi permanen akan menjadi yang terbesar dalam sejarah kampus Columbia untuk satu protes politik.

Sanksi ini muncul di tengah negosiasi antara Universitas Columbia dan pemerintahan Trump untuk memulihkan dana federal sebesar 400 juta USD yang sebelumnya dipotong karena tuduhan kampus gagal melindungi mahasiswa Yahudi dari pelecehan.

Pemerintah AS juga telah mengancam deportasi terhadap aktivis mahasiswa pro-Palestina, termasuk Mahmoud Khalil, pemimpin protes Columbia, yang sempat ditahan di Louisiana dan dibebaskan setelah lebih dari sebulan.

Protes mahasiswa pro-Palestina yang dimulai di Columbia pada 2024 telah memicu gelombang aksi solidaritas di berbagai universitas di AS. 

Ribuan mahasiswa ditangkap, dan banyak kampus menghadapi tekanan politik serta pemotongan dana dari pemerintah.

Dalam salah satu aksi ikonik, mahasiswa Columbia menduduki Hamilton Hall, kemudian mengganti namanya menjadi Hind's Hall, untuk mengenang seorang anak Palestina berusia enam tahun yang tewas akibat serangan Israel.

Meskipun menghadapi ancaman akademik dan hukum, para mahasiswa tetap menyatakan komitmennya terhadap perjuangan rakyat Palestina.

"Kami tidak akan gentar. Kami berkomitmen pada pembebasan Palestina," tegas CUAD.

Kronologi Aksi Protes di Universitas Columbia

Pada April 2024, di Universitas Columbia, sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Columbia University Apartheid Divest (CUAD) menggelar aksi duduk dan kampanye.

Mereka menyerukan agar Columbia memutus hubungan investasi dengan perusahaan yang mendukung militer Israel dan mengutuk kekerasan di Gaza dan menyatakan solidaritas terhadap rakyat Palestina.

Aksi ini terinspirasi dari gerakan divestasi anti-apartheid di Afrika Selatan pada era 1980-an, yang pernah berhasil di kampus yang sama.

Kemudian pada 17 April 2025, mahasiswa mendirikan perkemahan protes (encampment) di area kampus sebagai bentuk protes damai.

Mereka menamai lokasi tersebut "Gaza Solidarity Encampment."

Tuntutan utama adalah divestasi penuh Columbia dari semua entitas yang terlibat dalam pelanggaran HAM di Palestina.

Aktivitas ini mencakup kelas terbuka, orasi, dan forum diskusi.

Namun, reaksi terhadap aksi mahasiswa terbelah.

Sebagian dosen dan mahasiswa mendukung protes sebagai kebebasan akademik dan berekspresi.

Sebagian lainnya menganggap aksi tersebut menciptakan lingkungan yang tidak aman bagi mahasiswa Yahudi, meskipun tidak ditemukan bukti kekerasan fisik.

Pada 18-30 April 2024, Universitas Columbia memutuskan bahwa aksi protes melanggar kebijakan internal. 

Hingga mereka memutuskan untuk mengundang polisi New York (NYPD) masuk ke dalam kampus untuk membubarkan perkemahan.

Dan menyebabkan puluhan mahasiswa ditangkap.

Pada malam 30 April 2024, sekelompok pengunjuk rasa mengambil alih Hamilton Hall, salah satu gedung utama di kampus. 

Mereka memecahkan jendela, menyerbu masuk, dan membentangkan spanduk bertuliskan "Hind's Hall" (mengacu pada Hind Rajab, seorang anak Palestina berusia 6 tahun yang tewas di Gaza).

Akibat demonstrasi yang terus berlanjut dan kekhawatiran akan keamanan, Columbia University membatalkan upacara wisuda utama pada Mei 2024.

Demonstrasi di Columbia University menjadi pemicu gelombang protes serupa di puluhan universitas di seluruh AS, termasuk Harvard, Yale, University of Michigan, dan University of California di Berkeley.

Aksi demo di Columbia University terkait isu Palestina terus berlanjut pada 7 Mei 2025.

Pada 7 Mei 2025, puluhan mahasiswa Universitas Columbia ditangkap oleh Kepolisian Kota New York (NYPD) dalam sebuah aksi unjuk rasa pro-Palestina.

Penangkapan ini terjadi setelah sekitar 40 hingga 50 mahasiswa menduduki Perpustakaan Butler, salah satu perpustakaan utama di kampus.

Mahasiswa yang menduduki perpustakaan menolak untuk pergi, sehingga NYPD datang atas permintaan pihak kampus yang melaporkan adanya penyerobotan dan pendudukan ruang baca utama di lantai dua perpustakaan tersebut.

Dalam video yang beredar, terlihat pengunjuk rasa mengenakan topeng dan membawa spanduk bertuliskan “Mogok Untuk Gaza” dan “Zona Pembebasan” di Ruang Baca Lawrence A. Wein di perpustakaan Butler.

Aksi pendudukan ini adalah kelanjutan dari rangkaian protes yang telah berlangsung sejak musim semi 2024, menuntut divestasi dari perusahaan-perusahaan yang dianggap terkait dengan militer Israel.

Sebagai dampak dari aksi protes, khususnya pendudukan Perpustakaan Butler pada Mei 2025 dan aksi kemah pada musim semi 2024, Universitas Columbia menjatuhkan sanksi disipliner berat terhadap hampir 80 mahasiswanya yang terlibat.

(Tribunnews.com/Farra)

Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved